Jakarta (pilar.id) – Empat orang tersangka dugaan kasus penggelapan dana dan pencucian uang yang dilakukan Yayasan Aksi Cepat Tanggap (ACT) akhirnya ditahan oleh Penyidik Direktorat Tindak Pidana Ekonomi Khusus (Dittipedksus) Bareskrim Polri.
Penahanan tersebut dilakukan karena keempat tersangka tersebut terbukti melakukan percobaan penghilangan barang bukti dengan memindahkan sejumlah dokumen yang ada di Kantor ACT.
Demi mencegah terjadinya upaya serupa, Bareskrim Polri pun melakukan langkah penahanan. Hal tersebut, disampaikan oleh Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus (Dirtipideksus) Bareskrim Polri Brigjen Pol Whisnu Hermawa, di Bareskrim Polri, Jumat (29/7/2022) malam.
“Penyidik memutuskan melakukan proses penahanan kepada empat tersangka tersebut, karena penyidik mengkhawatirkan adanya barang bukti yang dihilangkan,” kata Whisnu.
“Terbukti minggu lalu kami melaksanakan penggeledahan di kantornya ACT ada beberapa dokumen yang sudah dipindahkan dari kantor tersebut, sehingga kekhawatiran penyidik, para tersangka tersebut akan menghilangkan barang bukti,” ujarnya.
Keputusan penahanan para tersangka dilakukan setelah penyidik melaksanakan gelar perkara. Penahanan dilakukan selama 20 hari pertama di Rumah Tahanan Negara (Rutan) Bareskrim Polri terhitung sejak tanggal 29 Juli sampai dengan 17 Juli mendatang.
“Penahanan di Bareskrim selama 20 hari ke depan,” ujarnya pula.
Dalam perkara ini, penyidik menemukan fakta, ACT selain mengelola dana dari Boeing sebesar Rp103 miliar, juga mengelola dana donasi dari masyarakat sekitar Rp2 triliun yang dikumpulkan dari periode 2005 sampai dengan 2020.
Kemudian para tersangka diduga menyelewengkan dana donasi senilai Rp450 miliar dari periode 2015 sampai dengan 2022 untuk biaya operasional yayasan.
Empat tersangka, yakni mantan Presiden ACT Ahyudin (A), Ibnu Khajar (IK) selaku Presiden ACT, Hariyana Hermain (HH) yang merupakan salah satu pembina ACT dan memiliki jabatan tinggi lain di ACT, termasuk mengurusi keuangan. Lalu, Novariandi Imam Akbari (NIA) selaku Ketua Dewan Pembina ACT.
Keempatnya dijerat pasal berlapis yakni Pasal 372 KUHP dan Pasal 374 KUHP dan Pasal 45 a ayat (1) juncto Pasal 28 ayat (1) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).
Para tersangka juga dijerat Pasal 170 Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 sebagaimana telah diubah Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2004 tentang Perubahan UU Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan, Pasal 3,4 dan 6 UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencucian Uang, dan Pasal 55 KUHP juncto Pasal 56 KUHP. (fat)