Jakarta (pilar.id) – Dampak perubahan iklim akan semakin merugikan Indonesia yang merupakan negara agraris dan maritim.
Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengingatkan dampak perubahan iklim yang akan meningkatkan frekuensi, intensitas, dan durasi bencana geohidrometeorologi dapat mengancam ketahanan pangan Indonesia. “Kemampuan beradaptasi dan produktivitas tanaman akan semakin menurun, sehingga mengancam ketahanan pangan di negara kita,” paparnya dalam pidatonya pada peringatan virtual Hari Meteorologi Sedunia ke-72, diakses dari Jakarta, Rabu.
Fenomena cuaca dan iklim ekstrem akan lebih sering terjadi akibat perubahan iklim. “Meningkatnya suhu udara, suhu permukaan laut yang semakin hangat, dan kenaikan permukaan air laut membahayakan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil,” terang Jokowi.
Ia kemudian menghimbau kepada seluruh pemangku kepentingan untuk memperhatikan secara serius setiap informasi cuaca dan perubahan iklim dari Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) dan instansi terkait lainnya.
Pemerintah sendiri perlu menyiapkan kebijakan mitigasi dan adaptasi perubahan iklim sesegera mungkin. “Juga siapkan langkah-langkah yang lebih baik untuk meminimalisir dampak negatif perubahan iklim,” tegas Presiden.
Lebih lanjut Presiden mengimbau upaya penguatan sistem peringatan dini bencana dengan mengandalkan kecerdasan buatan (AI), big data, metode asimilasi, dan komputerisasi teknologi tinggi.
Data dan informasi meteorologi, klimatologi, dan geofisika yang cepat dan akurat sangat dibutuhkan untuk merumuskan langkah penanganan yang terukur, ujarnya. “Hal ini dimaksudkan untuk membangun kesadaran, ketangguhan, dan partisipasi masyarakat,” tuturnya.
Presiden juga berharap pendidikan kebencanaan bagi masyarakat terus berlanjut.
Dia lebih lanjut meminta jajarannya untuk memastikan pendidikan, literasi, dan advokasi yang berkelanjutan bagi publik, dan pada saat yang sama, meningkatkan ketahanan masyarakat untuk beradaptasi dan memitigasi perubahan iklim. “Dengan begitu, masyarakat bisa cepat tanggap terhadap potensi risiko bencana,” tegasnya.
Kelompok rawan perubahan iklim, termasuk petani dan nelayan, juga harus mendapatkan pendidikan kebencanaan agar dapat beradaptasi dengan dampak perubahan iklim. Hal ini akan memungkinkan mereka untuk terus bekerja secara produktif dan menjaga ketahanan pangan, katanya. (din/Antara)