Jakarta (pilar.id) – Dalam dua tahun terakhir, Destructive Fishing Watch (DFW) Indonesia telah menerima 69 aduan awak kapal perikanan. Jumlah pengaduan Anak Buah Kapal (ABK) perikanan berkewarganegaraan Indonesia ini lebih banyak datang dari mereka yang bekerja di kapal ikan asing.
Koordinator Nasional Destructive Fishing Watch (DFW) Indonesia Moh Abdi Suhufan mengatakan, 40,57 persen aduan dilaporkan oleh awak kapal dalam negeri, dan 55,07 persen berasal dari mereka yang bekerja di kapal ikan luar negeri.
“Adapun profil kasus yang sering kali diadukan oleh para awak kapal perikanan tersebut meliputi masalah asuransi dan jaminan sosial, gaji yang tidak dibayarkan atau pemotongan gaji, penipuan, dan kekerasan,” jelasnya di Jakarta, Rabu (2/2/2022).
Abdi mengungkap, rata-rata pengaduan yang disampaikan terkait dengan pelanggaran ketenagakerjaan yang mengarah pada praktik kerja paksa. Selain itu dalam kurun waktu 2020-2021, pihaknya menerima 69 pengaduan dengan total korban sebanyak 169 orang.
Dari pengaduan yang ada, ujarnya, pemerintah Indonesia melalui kementerian terkait diharap perlu meningkatkan upaya perlindungan awak kapal perikanan yang bekerja di kapal ikan dalam dan luar negeri.
Meski ada aturan dan regulasi telah dikeluarkan pemerintah, kenyataan di lapangan menunjukkan banyaknya masalah yang dialami oleh para awak kapal perikanan.
“Banyaknya regulasi yang saling tumpang tindih ini menjadi titik lemah tata kelola awak kapal perikanan migran,” kata Abdi.
Kesenjangan implementasi dan minimnya pengawasan, lanjutnya, ditengarai menjadi sebab belum optimalnya perlindungan yang diberikan kepada para awak kapal perikanan tersebut.
“UU No. 18/2017 tentang Pelindungan Pekerja Migran Indonesia belum mampu menjawab masalah carut marut tersebut karena aturan teknis terkait awak kapal perikanan tak kunjung dikeluarkan,” kata Abdi.
Akibatnya, kata dia, proses rekruitmen dan penempatan awak kapal perikanan bisa dilakukan oleh siapa saja tanpa kontrol dan pengawasan ketat dari pemerintah.
Selain UU Nomor 18/2017, Indonesia memiliki UU Nomor 17/2008 tentang Pelayaran dan UU Nomor 40/2007 tentang Perseroan Terbatas yang menjadi dasar manning agent melakukan usaha perekrutan dan penempatan awak kapal perikanan migran. (usm/hdl/antara)