Jakarta (pilar.id) – Anggota Polresta Malang Kota melakukan sujud sebagai bentuk permintaan maaf atas meninggalnya 132 orang dalam Tragedi di Stadion Kanjuruhan pada (1/10/2022).
Sementara di sisi lain, Polri tetap yakin korban tewas dalam tragedi tersebut bukan karena gas air mata, akibat kekurangan oksigen.
Pengamat Kepolisian dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS), Bambang Rukminto, menilai, hal itu sebagai sebuah ironi dan tragedi di kepolisian. Sebuah drama satire faktual yang ditonton publik atau masyarakat Indonesia di tengah duka karena tragedi Kanjuruhan.
“Ini sebagai sebuah ironi dan tragedi di kepolisian. Sebuah drama satire faktual yang ditonton publik kita di tengah duka karena tragedi Kanjuruhan,” kata Bambang kepada pilar.id, Rabu (12/10/2022).
Di satu sisi, kata Bambang, Polresta Malang melakukan permohonan maaf melalui seremoni yang berlebih tetapi tak menyentuh subtansi penuntasan kasus ini. Sementara di level atas, yang lebih berhak mengatasnamakan Polri masih terkesan hanya membuat narasi-narasi yang seolah tak mau disalahkan.
Artinya, ada sikap dualisme sikap yang berbeda, yang pada akhirnya malah menjadi blunder. Bukan mendapat simpati tetapi dibaca hanya sekedar pencitraan.
“Membangun citra baik itu harus terus dilakukan, tetapi tanpa ada konsistensi tindakan yang substansial akhirnya hanya akan dilihat sebagai sebuah pencitraan, sekedar baik di permukaan, tetapi di dalamnya tak baik-baik saja,” tegasnya.
Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo pada (6/10/2022) mengumumkan enam orang ditetapkan sebagai tersangka tragedi Kanjuruhan.
Mereka adalah Akhmad Hadian Lukita (Dirut LIB), Abdul Harris (Ketua Panpel), Suko Sutrisno (Security Officer), Wahyu SS (Kabag Ops Polres Malang), H (Brimob Polda Jatim), BSA (Kasat Samapta Polres Malang).
Sebagai wujud permintaan maaf dan aksi spontanitas, Kapolresta Malang Kota, Kombes Budi Hermanto, bersujud bersama para anggota kepolisian lainnya pada kegiatan apel pagi di halaman Mapolresta Malang Kota, Senin (10/10/2022).
Dia mengatakan, aksi bersimpuh dan bersujud itu dilakukan untuk meminta maaf kepada Tuhan Yang Maha Esa. Selain itu, dia menambahkan, aksi tersebut juga sebagai bentuk permintaan maaf kepada para korban beserta keluarganya, meski tragedi itu bukan terjadi di wilayah operasionalnya.
“Kita berdoa agar saudara-saudari kita, Aremania dan Aremanita korban tragedi Kanjuruhan bisa diterima di sisi-Nya dan keluarga yang ditinggalkan diberi ketabahan, serta kita bersama-sama memohon ampun kepada Allah SWT agar peristiwa itu tidak terjadi lagi,” kata Buher.
Di sisi lain, Polri tetap menegaskan korban tewas dalam tragedi di Stadion Kanjuruhan akibat kekurangan oksigen. Kepala Divisi Humas Polri Irjen Dedi Prasetyo mengatakan, berdasarkan keterangan dari ahli kedokteran, gas air mata tidak menyebabkan kematian.
“Dari penjelasan para ahli dan dokter spesialis yang menangani para korban, baik korban yang meninggal dunia maupun korban yang luka, dari dokter spesialis penyakita dalam, penyakit paru, penyakit THT, dan juga spesialis penyakit mata, tidak satu pun yang menyebutkan bahwa penyebab kematian adalah gas air mata tapi penyebab kematian adalah kekurangan oksigen,” kata Dedi, Senin (10/10/2022). (her/hdl)