Jakarta (pilar.id) – Pada penutupan perdagangan Selasa (5/7/2022), dolar perkasa atas sejumlah mata uang Asia. Nilai tukar rupiah terpantau melemah 22 poin atau 0,15 persen ke level Rp14.993.
Sementara itu, yen Jepang juga mengalami pelemahan 0,18 persen, won Korea Selatan melemah 0,26 persen, yuan China melemah 0,05 persen. Sedangkan, dolar Singapura melemah 0,55 persen, peso Filipina melemah 0,31 persen, ringgit Malaysia melemah 0,13 persen dan baht Thailand melemah 0,36 persen.
Ekonom Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) Ahmad Ma’ruf mengatakan, pelemahan nilai tukar di sejumlah kawasan dan menguatnya dolar memberikan dampak bagi kinerja ekspor dan impor. Bagi eksportir, penguatan dolar menjadi kabar gembira karena bakal mendapatkan rejeki nomplok.
“Dalam jangka pendek saya katakan teman-teman eksportir itu senang, karena dia dapat rejeki nomplok karena kenaikan harga internasional,” kata Ma’ruf kepada Pilar.id, di Jakarta, Selasa (5/7/2022).
Menurut Ma’ruf, kenaikan harga komoditas di pasar internasional sebenarnya lebih diakibatkan karena pelemahan nilai tukar di suatu negara, termasuk Indonesia. Sehingga, biaya produksi domestik menjadi relatif lebih murah.
“Harga internasionalnya dapat market kan, karena barang kita menjadi ‘lebih murah’ di mata internasional, makanya demandnya naik,” kata Ma’ruf.
Dikatakan Ma’ruf, dalam jangka menengah kondisi tersebut tidak baik. Karena, impor Indonesia juga sangat banyak. Dampaknya adalah harga barang-barang impor, termasuk produk turunannya akan naik.
“Jangan salah, semua impor itu harus dibayar dengan dolar,” tutur dia.
Karena itu, menurut Ma’ruf pemerintah harus mengelola nilai tukar yang saat ini menggunakan pendekatan kurs bebas. Ma’ruf meminta agar pemerintah tidak lagi melakukan intervensi dengan menjual dolar.
“Itu istilah kita hanya akan memberi garam di lautan,” katanya.
Pemerintah, lanjut dia, harus memperbaiki fundamental ekonomi di sektor industri. Sebab, Indonesia memiliki komoditas unggulan berupa sumber daya alam.
“Sekrisis-krisisnya atau orang mengatakan Indonesia itu kurang baik, tapi Indonesia itu produsen bahan-bahan baku makanan, contoh crude palm oil (CPO),” jelas Ma’ruf. (ach/hdl)