Jakarta (pilar.id) – Film bertema zombi, The Last of Us belakangan jadi perbincangan hangat. Selain ada dua aktor senior Indonesia yang tampil di film tersebut, virus zombi yang ada di The Last of Us juga diceritakan muncul dari Indonesia.
Penyebabnya adalah jamur Cordyceps. Di film The Last of Us diceritakan bahwa infeksi dari jamur Cordyceps, dapat menyebabkan manusia menjadi zombi yang kemudian menyebar jadi pandemi.
Menariknya, Dosen Fakultas Teknobiologi Universitas Surabay (Ubaya), Johan Sukweenandhi, Ph.D, menyebut bahwa jamur Cordyceps ini memang memiliki memanipulasi korban yang terinfeksi sehingga mereka bergerak tidak sesuai dengan keinginannya.
Namun, hingga saat ini, pengarus infeksi yang menyebabkan korban dari jamur Cordyceps ini masih terbatas pada serangga (entomopatogenik) saja. Sistem saraf serangga akan dimanipulasi, sehingga serangga bergerak tidak sesuai keinginannya.
“Mirip seperti zombi, jamur akan mengambil alih kendali host serangga yang berhasil diinfeksi. Kemudian, lambat laun mengambil nutrisi dari tubuh serangga tersebut dan nantinya akan muncul badan atau tanduk jamur di tubuh serangga. Saat itu, serangga sudah mati karena seluruh nutrisinya sudah diambil oleh jamur,” jelas Johan di Surabaya, Kamis (2/2/2023).
Meski begitu, Johan menyampaikan bila nyatanya spesies jamur tersebut, memiliki manfaat bagi kesehatan manusia dan berpotensi sebagai sumber pangan fungsional dan belum menemukan penelitian yang menyatakan jika jamur tersebut dapat membahayakan manusia.
“Akan tetapi, kebanyakan infeksi jamur terjadi tanpa kita sadari, yaitu melalui spora di udara atau hifa jamur yang mengontaminasi bahan pangan, namun infeksi tersebut tidak fatal karena ada sistem imun yang mengatasi infeksi tersebut,” jabarnya.
Justru, menurut Johan, jika jamur Cordyceps ini berpotensi memberikan banyak manfaat kesehatan bagi tubuh.
“Di Cina, Korea dan sekitarnya, Cordyceps sering dipakai sebagai alternatif obat tradisional. Ada senyawa-senyawa metabolit seperti adenosine dan cordycepin yang bisa membunuh sel-sel kanker (anti kanker) dan berfungsi sebagai anti lelah serta anti inflamasi,” paparnya.
Lebih lanjut, ia menyebut, jika jamur dengan nama dōng chóng xià cǎo ini, juga banyak dijual Indonesia sebagai obat herbal, yang dijual dalam bentuk badan jamur, dengan atasnya masih melekat serangga yang sudah mati.
Meski begitu, ia mengatakan, jika di Indonesia belum banyak ditemukan pengolahan jamur Cordyceps. Walaupun begitu, pakar Secondary Metabolites Engineering itu menyebut, jamur ini berpotensi menjadi pangan fungsional baru ke depannya.
“Pangan fungsional itu dapat berbentuk suplemen kesehatan. Hal ini dikarenakan Cordyceps memiliki banyak nutrisi, khususnya vitamin C dan perlu dilakukan penelitian jangka panjang untuk mengetahui manfaatnya secara keseluruhan,” ucapnya.
Maka dari itu, Johan mencoba mengembangkan spesies jamur Cordyceps militari, yang dapat dibuat dari komposisi biji-bijian dan sumber protein lainnya, di laboratorium Bionutrisi dan Inovasi Pangan, Fakultas Teknobiologi Ubaya.
“Saat ini kami coba kembangkan dan perbanyak jamur Cordyceps di laboratorium untuk mempermudah perolehan dan penelitian senyawa spesifik yang potensial bagi kesehatan manusia,” tutupnya. (jel/fat)