Jakarta (pilar.id) – Anggota Komisi VII DPR RI Abdul Wahid meminta pemerintah pusat berlaku adil dan transparan terkait dana bagi hasil (DBH) produksi minyak dan gas (migas). Menurut Wahid, pemerintah perlu membuat satu mekanisme yang memungkinkan daerah bisa melakukan pengecekan langsung.
Dengan demikian, pemerintah pusat akan memegang datanya, dan pemerintah daerah bisa mengecek keberadaan sumur migas berikut potensinya. Apalagi, berbagai daerah mempunyai kekayaan sumber daya mineral, namun masyarakatnya tidak bisa menikmatinya, bahkan cenderung miskin.
“Kesenjangan-kesenjangan ini kan terjadi sehingga membuat kekecewaan. Tidak boleh begitu, harus ada pemerataan, ada keadilan,” kata Wahid, di Jakarta, Selasa (13/12/2022).
Menurut Wahid, protes keras Bupati Kepulauan Meranti Muhammad Adil beberapa waktu lalu terkait DBH produksi migas yang ditujukan ke Kementerian Keuangan RI bisa menjadi pemicu daerah lainnya untuk menyampaikan hal serupa. “Mereka tahu, mereka ini negeri (daerah) kaya, tetapi masyarakatnya masih miskin. Kalau ini terus dibiarkan tidak baik,” kata dia.
Politikus Partai PKB itu menambahkan, masyarakat membutuhkan keadilan dalam mendapatkan haknya. Namun keadilan itu tidak sempurna jika dalam pelaksanaannnya tidak ada pemerataan. Menurutnya, pemerataan ini sepatutnya sejalan dengan potensi kekayaan yang ada di daerah tersebut.
“Di Riau itu menyumbang minyak dan gas gede banget, tapi jalan-jalan di Riau banyak yang pada hancur,” sambung Wahid.
Selain migas, lanjut Wahid, Riau juga memiliki potensi lain salah satunya kelapa sawit. Disebutkan anggaran di Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) mencapai Rp71-72 triliun. Namun, dana yang kembali ke masyarakat hanya Rp2 triliun.
“Pertanyaannya, yang Rp70 triliun untuk apa? Sementara sumbangan (truk pengangkut sawit) terhadap kerusakan (jalan) sangat tinggi. Dari mana daerah membangunnya untuk jalan hancur, untuk infrastruktur hancur, semuanya. Inilah kadang-kadang kebijakan begini yang tidak sinkron,” tutur dia.
Sebelumnya diketahui Bupati Kepulauan Meranti Muhammad Adil melakukan protes kera dalam Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) Pengelolaan Pendapatan dan Belanja Daerah se-Indonesia. Dalam tayangan yang dilansir Diskominfotik Provinsi Riau, Bupati Adil mengarahkan kemarahannya saat bertemu dengan Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan Kemenkeu Lucky Alfirman.
Menurut Adil, harga minyak Meranti terus meninggi di tengah terkereknya harga minyak dunia dan naiknya nilai tukar dolar AS. Di sisi lain, potensi minyak di Meranti juga terus bertambah bahkan menyentuh hampir 8.000 barel per day.
Besaran ini sudah hampir menyamai target yang diberikan SKK Migas, 9.000 barel per hari. Untuk mengejarnya, di Meranti juga gencar melakukan penggalian sumur dari tahun ini 15 sumur, hingga 2023 sebanyak 19 sumur minyak mentah. Sayangnya, Meranti tidak menikmatinya. Disebutkan DBH tahun 2022, hanya sebesar Rp114 miliar dan tahun depan nilainya hanya naik sekitar Rp700 juta.
Sementara itu, Wakil Menteri Keuangan (Wamenkeu) Suahasil Nazara membeberkan dana transfer ke daerah Kabupaten Kepulauan Meranti. Kehadiran pemerintah pusat untuk berbagai daerah di Indonesia melalui anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) bukan hanya melalui alokasi DBH dan Dana Transfer seperti Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi Khusus (DAK), dan Dana Insentif Daerah (DID).
Besaran dana transfer ke Kabupaten Kepulauan Meranti mencapai lebih dari Rp743 miliar. Dana tersebut meliputi Dana Transfer Umum (DTU) sebesar Rp554 miliar, yang terdiri dari DBH Rp 134 miliar dan DAU Rp419 miliar. Kemudian Dana Transfer Khusus (DTK) sebesar Rp170 juta, yang terdiri dari DAK Fisik mencapai hampir Rp102 miliar dan DAK Nonfisik Rp67 miliar. (ach/hdl)