Jakarta (pilar.id) – Kasubdit Peraturan PPN Perdagangan, Jasa dan Pajak Tidak Langsung Lainnya Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Bonarsius Sipayung mengatakan, pemerintah tidak akan terburu-buru merilis ketentuan yang menunjuk platform e-commerce sebagai pemotong atau pemungut pajak usaha mikro kecil menengah (UMKM). Menurutnya, masih banyak aspek yang perlu dipertimbangkan pemerintah dalam merilis aturan tersebut.
“Belum kita terapkan ya. Artinya, kita masih pertimbangkan juga arahan dari pimpinan,” kata Bonarsius, di Jakarta, Senin (28/11/2022).
Selain pandemi Covid-19 belum berakhir, Bonarsius mengatakan, pertimbangan lainnya adalah perekonomian yang belum pulih. Kemudian, dari sisi kesiapan infrastruktur, kebijakan terkait tarif, dan administrasi.
DJP, lanjut Bonarsius, terus melakukan komunikasi dengan sejumlah pihak untuk menyampaikan keinginan pemerintah, yaitu membuat negara lebih maju dengan menformalkan UMKM. “Ya berpartisipasilah kepada negara, bergotong royong. Tapi dengan tarif tentunya kecil, administrasi yang mudah,” kata dia.
Bonarsius mengakui, isu terbesar UMKM dalam pembayaran pajak adalah minimnya kemampuan mereka dalam hal administrasi. Karena itu, DJP akan memikirkan proses administrasi yang mudah dan sederhana.
Pemerintah, lanjut Bonarsius, ingin UMKM lebih maju. Karena itu, pemerintah memiliki tugas untuk menfasilitasi UMKM agar mereka terus tumbuh. Meski demikian, sosialisasi pajak UMKM online ini dinilai masih di lingkup internal pemerintah atau belum menyasar ke pengusaha. Menurutnya, ketentuan tersebut saat ini juga masih sekadar wacana.
Tantangan lainnya, menurut Bonarsius, siapapun bebas menjual barang dagangannya melalui e-commerce. Namun, mereka tidak dapat diketahui keberadaannya. Hal itu tentu menjadi kesulitan tersendiri bagi DJP untuk memungut pajak mereka.
“Karena bagaimana kita memajaki orang yang kita tidak pernah lihat ada usahanya, umpamanya seperti itu,” kata Bonarsius.
Sebelumnya, riset DDTC FRA berjudul “Policy Notes, Tinjauan dan Rekomendasi Kebijakan atas Pelaksanaan Kewajiban Pajak UMKM dalam Ekosistem Digital: Perspektif dan Suara dari Pelaku UMKM” menemukan, sebanyak 49,35 persen pelaku UMKM tidak setuju jika marketplace menjadi pemotong dan pemungut pajak. Pelaku UMKM online lebih nyaman apabila pajak yang terutang dapat dihitung dan dibayarkan sendiri kepada otoritas pajak.
Selain itu, DDTC FRA juga menemukan bahwa penunjukkan platform e-commerce sebagai pemungut pajak UMKM online dapat menurunkan partisipasi UMKM berjualan online sebanyak 26 persen. Hal itu disebabkan oleh adanya kecenderungan pelaku UMKM bermigrasi ke platform penjualan lainnya, seperti media sosial dan toko fisik. (ach/hdl)