Surabaya (pilar.id) – Majelis Ulama Indonesia (MUI) kembali menjadi pusat perhatian setelah mengeluarkan fatwa kontroversial yang melarang umat Islam mengucapkan salam lintas agama. Fatwa ini diputuskan dalam Kegiatan Ijtima Ulama Komisi Fatwa se-Indonesia dan bertujuan menjaga kemurnian akidah Islam. Namun, banyak yang berpendapat bahwa hal ini justru berpotensi memicu konflik di masyarakat.
Dr. Udji Asiyah MSi, Sosiolog Agama dari Universitas Airlangga (UNAIR), memberikan pandangan kritisnya terhadap fatwa ini. Menurutnya, esensi toleransi dan keberagaman perlu diperhatikan. Ia menekankan bahwa toleransi tidak berarti menyeragamkan, melainkan menghargai perbedaan.
“Toleransi adalah sikap lapang dada dalam melihat perbedaan. Kita harus saling menghormati perbedaan, bukan memaksakan kesamaan. Jika demi toleransi, justru dipaksa seragam, itu malah aneh,” ujarnya.
Udji menyarankan agar salam lintas agama dikembalikan pada pemeluk agama masing-masing dengan saling menghormati perbedaan. Menurutnya, inilah bentuk toleransi yang sebenarnya. Edukasi masyarakat untuk tidak risau melihat perbedaan juga sangat penting.
Mengutip ayat-ayat Al-Qur’an, Udji mengingatkan bahwa Islam mengajarkan prinsip menghargai perbedaan. “Surah Al-Kafirun ayat enam menyatakan, ‘bagiku agamaku dan bagimu agamamu.’ Dalam Surah Al-Baqarah ayat 139 juga tertulis, ‘bagi kami amalan kami dan bagi kamu amalan kamu.'”
Udji juga menjelaskan bahwa fatwa MUI muncul sebagai respons atas kebutuhan masyarakat dan sifatnya anjuran. “Fatwa ini biasanya menjadi jawaban atas berbagai masalah yang dihadapi masyarakat, sebagai acuan internal umat Islam dalam menjalankan kehidupan dengan baik,” tambahnya.
Pendidikan dan edukasi tentang moderasi beragama dan toleransi adalah kunci, menurut Udji. “Jangan pernah bosan memberikan edukasi kepada masyarakat untuk bisa menerima perbedaan sehingga bisa hidup berdampingan secara harmonis,” tegasnya.
Sebagai contoh konkret, Udji menyoroti Forum Perempuan Lintas Agama (FORPELITA) Jawa Timur yang telah menginisiasi ‘Salam Kerukunan’. Inisiatif ini, menurut Udji, adalah manifestasi toleransi yang sebenarnya. (ret/hdl)