Bandung (pilar.id) – Direktur Lalu Lintas Polda Jawa Barat, Kombes Pol. Wibowo, memberikan pembaruan terkait penyidikan kecelakaan tragis yang terjadi di Ciater, Kabupaten Subang, pada Sabtu, 11 Mei 2024 lalu.
Dalam insiden tersebut, Polda Jawa Barat telah menetapkan dua tersangka, yakni A, sebagai pengelola bus dan AI sebagai pemilik bengkel karoseri dan pengelola bus Putera Fajar. Kedua tersangka dinilai lalai dalam menjalankan tanggung jawab mereka.
“Kami mendapat arahan dari Bapak Kapolda Jabar agar tim penyidik terus melakukan penyelidikan untuk menentukan keterlibatan atau tanggung jawab tersangka lain yang menjadi penyebab kecelakaan,” ujar Wibowo.
Fakta-Fakta Kecelakaan
Wibowo menjelaskan beberapa fakta yang telah ditemukan berdasarkan olah TKP, pemeriksaan saksi, serta hasil pemeriksaan fisik kendaraan yang dilakukan oleh Dinas Perhubungan Kabupaten Subang dan Provinsi Jawa Barat. Fakta-fakta ini mengungkap bahwa bus Trans Putra Fajar tidak layak jalan baik secara administrasi maupun fisik.
- KIR Kadaluarsa: Kendaraan bus Putera Fajar telah kadaluarsa masa berlaku KIR-nya sejak 6 Desember 2023. KIR bertujuan untuk memberikan jaminan keselamatan teknis kepada pengguna kendaraan bermotor.
- Rem Tidak Berfungsi: Rem bus tidak berfungsi dengan baik, dengan kompresor yang berisi oli dan air, bukan hanya angin. Jarak standar yang seharusnya 0,45 cm berubah menjadi 0,3 cm. Minyak rem juga tidak layak pakai berdasarkan indikator lampu koil yang menunjukkan warna merah. Kebocoran terjadi pada firm valve dan sambungan antara rem dan booster, menyebabkan tekanan angin tidak cukup untuk menggerakkan hidrolik dengan baik.
- Perubahan Dimensi Kendaraan: Dimensi bus telah diubah dari yang seharusnya. Panjang kendaraan diubah dari 11.650 mm menjadi 12.000 mm, dan tinggi dari 3.600 mm menjadi 3.850 mm. Perubahan ini menyebabkan bobot kendaraan bertambah dari 10.300 kg menjadi 11.310 kg, melebihi batas yang diperbolehkan.
- Kebakaran Sebelumnya: Bus yang terlibat kecelakaan ternyata pernah terbakar sebelumnya pada 27 April 2024 di KM 88 saat melakukan perjalanan wisata dari Bandung.
Langkah Penyelidikan Selanjutnya
Penyidik Polres Subang bersama Ditlantas Polda Jawa Barat terus mengumpulkan bukti dan memeriksa saksi, termasuk empat saksi ahli, dua ahli pidana, satu dari Dinas Perhubungan, dan satu dari APM. Dari hasil penyidikan, ditetapkan dua orang yang bertanggung jawab atas ketidaklayakan bus tersebut, yakni A dan AI.
A dinilai sudah mengoperasionalkan bus tanpa izin usaha otomatis maupun pariwisata. Ia juga mengetahui bahwa KIR bus telah kadaluarsa dan tidak melakukan perawatan rutin. A mengabaikan laporan dari sopir mengenai kondisi bus yang bermasalah, mengusulkan perubahan nama bus dari Maulana Wijaya Trans menjadi PO Putra Fajar Wisata setelah kebakaran untuk menghindari pengenalan.
Sementara AI mengubah dimensi bus tanpa izin resmi, mempengaruhi bobot dan keamanan kendaraan, tidak pernah mengajukan izin usaha otobus atau pariwisata, serta tidak melakukan pemeriksaan teknis terhadap bus, menyetujui usulan perubahan nama bus setelah kebakaran.
Berdasarkan fakta-fakta dan tiga alat bukti sebagaimana dimaksud dalam Pasal 184 KUHAP, yakni keterangan saksi, keterangan ahli, dan surat, penyidik telah menetapkan Sdr. A dan Sdr. AI sebagai tersangka. Kedua tersangka melanggar Pasal 311 Undang-Undang Lalu Lintas junto Pasal 55 KUHP dan atau Pasal 359 KUHP dengan ancaman pidana penjara 12 tahun atau denda 24 juta rupiah.
“Penyelidikan ini akan terus berlanjut untuk memastikan semua pihak yang terlibat bertanggung jawab atas tragedi ini,” tutup Wibowo. (ang/hdl)