Surabaya (pilar.id) – Nelayan sering berhadapan dengan masalah klasik, pengawetan hasil tangkapan. Padahal, ini sangat berpengaruh pada kualitas ikan siap jual dan pada gilirannya pada penghasilan.
Hal ini juga kerap dialami nelayan Desa Pengudang Kecamatan Teluk Sebong, Kabupaten Bintan, Kepualuan Riau. Untuk membantu meringankan masalah ini, Universitas Airlangga menginisiasi kegiatan bertajuk Airlangga Community Development Hub (ACDH) pada Senin hingga Selasa (20-21/6/2022) lalu.
Kegiatan pengabdian masyarakat itu merupakan kolaborasi Fakultas Teknologi Maju dan Multidisiplin (FTMM) dengan Teknologi Hasil Perikanan Fakultas Perikanan dan Kelautan (FPK).
Dijelaskan Syamsu Hilal SE, plt Kepala Desa Pengudang, mayoritas masyarakat berprofesi sebagai nelayan. Sebab, kondisi geografis berada di pesisir dan memiliki potensi laut yang melimpah.
Hal itu juga didukung oleh bibir pantai yang memiliki nilai jual sebagai obyek pariwisata. Selain pantai, Desa Pengudang juga memiliki kawasan hutan bakau yang mampu mendongkrak sektor pariwisata.
“Potensi desa ini sangat tinggi, masyarakat setempat melalui Pokdarwis (Kelompok Sadar Wisata, Red) sangat kompak menjaga alam,” ungkap Syamsu.
Untuk itu, Syamsu mengaku sangat senang dengan kehadiran FTMM Unair dalam program ACDH ini. Terlebih, FTMM Unair memberikan fasilitas sekaligus pelatihan alat pengering ikan berteknologi advance, seperti penggunaan panel surya pada alat pengering ikan yang sangat tepat.
Alat tersebut dapat meringankan dari segi pembiayaan listrik, serta turut mendukung pemanfaatan energi baru terbarukan (EBT).
Selain itu, dengan alat pengering ikan bernama solar dryer dome, kualitas pengeringan akan lebih terjaga. “Semoga alat ini cocok dan masyarakat mudah memahami. Karena jika kualitas pengeringan bagus, maka masyarakat akan sejahtera secara ekonomi,” tandasnya.
Prof Dr Retna Apsari MSi, Wakil Dekan III FTMM menjelaskan, FTMM fokus pada teknologi EBT. Mengingat, di Pengudang dan Bintan masih sangat jarang pengoptimalan EBT, terlebih dengan potensi yang melimpah.
“Eman-eman (sayang sekali, Red) bahasa Jawanya. Potensi ini bisa dan harus dimaksimalkan. Mulai dari hal kecil seperti pemanfaatan sinar matahari untuk menunjang berbagai keperluan masyarakat dan akan terus diinovasi hasil-hasil riset yang sinergi dengan kebutuhan masyarakat,” jelas Prof Retna.
Sebelum melakukan survey pada Maret 2022, ia sudah berencana membangun kendaraan listrik untuk mendukung pariwisata. Namun, ketika di lapangan, ternyata keluhan masyarakat pada pengeringan hasil tangkapan.
Untuk itu, topik pengmas ACDH fokus membantu keperluan nelayan di Desa Pengudang. Ke depan potensi EBT di masyarakat Desa Pengudang dapat terus ditingkatkan untuk memenuhi keperluan masyarakat.
Selain menjadi alat pengering ikan, teknologi solar dryer dome ini tepat guna dan mudah pengoperasiannya. Alat tersebut merupakan hasil kolaborasi dengan Fakultas Teknik Universitas Maritim Raja Ali Haji (UMRAH). Unair melibatkan UMRAH untuk memaksimalkan desain alat dan pengoperasional alat yang berkelanjutan.
“Harapannya masyarakat cocok dengan alat kami. Pemakaiannya sangat simpel, masyarakat akan sangat terbantu dengan alat ini,” tandas Prof Retna.
Sementara itu, FKP dalam kegiatan ACDH ini fokus pada pengeringan ikan dengan spinner dan paparan terkait dengan Surimi, yaitu pemanfaat jenis-jenis ikan yang melimpah untuk dijadikan produk setengah jadi (intermediate produk), disertai dengan demo pembuatan surimi dan nuget ikan.
Produk surimi dapat dijadikan sebagai salah satu usaha untuk meningkatkan ekonomi keluarga dan hasil olahan perikanan khas Pengudang.
Potensi laut dan hasil laut Desa Pengudang harus mampu bersaing baik, terutama di pasar nasional dan global. Pengudang merupakan wilayah potensial, baik dari hasil laut maupun potensi pariwisatanya. Jadi, mari bersama-sama memaksimalkan potensi itu, tentunya dengan dukungan penuh dari masyarakat, bumdes, dan pemerintah. (jel/hdl)