Jakarta (pilar.id) – Musim dingin dan gempa adalah sebuah kombinasi yang mematikan.
Saat suhu udara konsisten berada di angka 4 derajat celcius, gempa berkekuatan 7,8 magnitudo mengguncang Turki dan Suriah, Senin (6/2/2023) dua hari lalu.
Akibatnya, banyak bangunan roboh, hancur, dan ribuan orang menjadi korban. Hingga Rabu (8/2/2023) hari ini, total korban meninggal dunia yang berhasil dievakuasi dari reruntuhan sebanyak 9.504 korban jiwa.
Jumlah tersebut terbagi menjadi 6.957 korban jiwa dari Turki dan 2.547 lainnya berasal dari Suriah.
Namun, jumlah korban tersebut diperkirakan masih akan terus bertambah. Apalagi, proses evakuasi korban tertimpa reruntuhan bangunan, juga masih terus berlangsung.
Di tengah suhu udara yang membeku, regu penyelamat terus bekerja selama dua hari dua malam untuk melakukan evakuasi para korban yang tertimpa reruntuhan bangunan.
Gempa yang mengguncang Turki, mirip seperti yang mengguncang Cianjur, Jawa Barat beberapa waktu lalu.
Dimana, kedua gempa tersebut merupakan jenis gempa daratan. Artinya, pusat gempa berada di darat, bukan di dalam laut.
Akibatnya, kerusakan yang terjadi menjadi semakin besar karena kekuatan yang muncul dari guncangan gempa juga semakin besar.
Gempa yang terjadi di Turki dua hari lalu tersebut, merupakan gempa terbesar yang terjadi sejak 1939.
Dimana, ketika itu, gempa bumi mengakibatkan 33.000 orang meninggal dunia di Provinsi Erzincan, bagian timur Turki.
Turki memang termasuk dari salah satu negara di dunia yang paling rawan terkena gempa bumi. Sebab, secara geografis, lokasi negara Turki berada di jalur patahan utama.
Wilayah Negara Turki, berada di antara patahan Lempeng Eurasia dan Lempeng Afirka dan Arab. Sehingga, setiap aktivitas tektonik berupa pergerakan tanah dan bebatuan bawah tanah dari kedua lempeng tersebut bisa menyebabkan gempa bumi.
Tingkat bahaya dari gempa bumi yang terjadi di Turki dua hari lalu, semakin meningkat akibat kondisi cuaca yang masih berada di musim dingin.
Sehingga, peluang para korban gempa bumi Turki dan Suriah yang tertimbun reruntuhan banungan semakin kecil dengan adanya suhu membeku yang kerap kali turun hingga nol derajat celcius. (fat)