Jakarta (pilar.id) – Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) Jawa Timur Mia Amiati menghentikan penuntutan tersangka P selaku penyalahgunaan narkoba melalui restorative justice (RJ). Meskipun langkah tersebut positif, namun harus dibarengi dengan revisi Undang-undang (UU) Narkotika.
Peneliti Institute for Criminal Justice Reform (ICJR), Iftitahsari menilai, penanganan kasus bagi pengguna narkotika yang paling tepat bukan melalui penghukuman atau pidana. Sudah seharusnya penanganan tersangka pengguna narkotika diselesaikan di luar pidana, salah satunya menggunakan konsep RJ.
“Cuma memang secara konsep dan mekanisme masih belum konsisten penerapan RJ ini oleh institusi penegak hukum,” kata Iftitahsari kepada pilar.id, Jumat (5/8/2022).
Apabila penegak hukum lebih mengedepankan pendekatan pemidanaan, maka akan dipastikan cukup berdampak positif pada pengurangan beban Lembaga Permasyarakatan (Lapas) dan Rumah Tahanan (Rutan) di Indonesia yang mayoritas dihuni oleh tahanan kasus narkotika.
Data Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan HAM menunjukkan, jumlah penghuni Lapas di Indonesia mencapai 271.007 orang (201 persen) dari total kapasitas sebanyak 134.835 orang.
Dari seluruh lapas di Indonesia, lapas di Kantor Wilayah (Kanwil) Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Sumatera Utara tercatat paling banyak penghuninya, yakni mencapai 35.088 orang (277,88 persen) dari total kapasitas. Berikutnya Lapas di Kanwil Jawa Timur dengan penghuni 28,82 ribu orang (218,2 persen), di Jawa Barat dengan penghuni 23,32 ribu orang (138,57 persen), di DKI Jakarta dengan penghuni 17,89 ribu orang (298,71 persen).
Kemudian Lapas yang juga memiliki penghuni terbanyak, yaitu Kanwil Sumatera Selatan dengan penghuni 15,37 ribu orang (234,33 persen), di Jawa Tengah dengan penghuni 13,79 ribu orang (137,54 persen), di Riau dengan penghuni 13,44 ribu orang (330,42 persen), Kalimantan Timur dengan penghuni 12,66 ribu orang (318,2 persen), di Sulawesi Selatan dengan penghuni 10,76 ribu jiwa (176,73 persen), serta di Banten dengan penghuni 10,73 ribu jiwa (200,75 persen).
“Cuma solusi penyelesaiannya ga cukup hanya dengan itu, mesti ada perubahan di level kebijakan yaitu di UU Narkotika untuk memastikan tidak ada lagi celah yang bisa digunakan untuk memberikan pidana bagi pengguna narkotika dan untuk mengubah arah kebijakan narkotika di Indonesia secara umum,” tegasnya. (her/hdl)