Jakarta (pilar.id) – Direktur Eksekutif Indo Barometer M. Qodari menyoroti materi gugatan perselisihan hasil pemilu dan pemilihan presiden (Pilpres) yang sedang berproses di Mahkamah Konstitusi (MK).
Dalam keterangan tertulis di Jakarta, dia menganggap tidak ada hal substansial dari gugatan pasangan calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres) nomor urut 1 Anies Baswedan–Muhaimin Iskandar, maupun nomor urut 3 Ganjar Pranowo–Mahfud Md.
Qodari menyoroti dua hal. Pertama, terkait permintaan kubu 01 dan 03 yang relatif sama yaitu menuntut presiden dan wakil presiden terpilih Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka didiskualifikasi dari peserta Pilpres 2024.
Menurutnya, tuntutan itu hanya pura-pura saja, sebab jika mereka serius seharusnya sejak awal sudah membawa persoalan itu ke pengadilan tata usaha negara, sebelum proses pendaftaran peserta Pilpres 2024 ditetapkan Komisi Pemilihan Umum (KPU).
“Harusnya itu dilakukan pada saat Prabowo-Gibran mendaftar ke KPU. Begitu mendaftar, artinya potensial menjadi calon, maka segera saja itu dihadang dengan upaya-upaya hukum, misalnya, membawanya ke pengadilan tata usaha negara,” jelasnya.
Namun kata Qodari, tuntutan mendiskualifikasi Prabowo-Gibran ke tata usaha negara pun sudah terlambat, karena pelaksanaan pilpres sudah selesai dan sudah ada ketetapan pemenangnya oleh KPU.
Qodari sependapat dengan salah satu kuasa hukum Prabowo-Gibran, Hotman Paris Hutapea yang mengatakan Gibran secara tidak langsung sudah diakui menjadi cawapres dalam dua momen penting yaitu pertama saat pengambilan nomor urut capres-cawapres dan kedua saat debat kandidat.
Dari dua peristiwa tersebut, Qodari mengatakan sudah dianggap sebagai bentuk pengakuan atau legitimasi Gibran sebagai cawapres yang sah, tetapi ketika para penggugat kalah malah minta didiskualifikasi.
Lebih lanjut persoalan kedua yang disoroti Qodari adalah gugatan Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) ke Mahkamah Konstitusi (MK) tidak menyertakan gugatan selisih angka dari masing-masing kandidat yang angkanya dibandingkan dengan penghitungan rekapitulasi suara dari KPU.
“Permohonan kepada MK mau tidak mau harus berbicara angka, ingat bahwa 01 sama 03 ini lawannya itu bukan 02 dan bukan Pak Jokowi, dalam Mahkamah Konstitusi lawannya adalah KPU,” katanya.
Dikatakan Qodari, syarat formil tersebut harus terpenuhi jika gugatan-nya ingin dipertimbangkan dan dikabulkan oleh hakim MK, bukan lagi bicara proses politik saat di persidangan.
“Nah ini kan proses formil yang harus dipenuhi karena kita bicara hukum, kita bukan bicara proses politik karena itu syarat-syarat dalam proses hukum itu harus terpenuhi,” kata Qodari. (hen/hdl)