Surabaya (pilar.id) – Mendekati pelaksanaan pemilihan umum (Pemilu) tahun 2024, perubahan dalam pola kampanye yang melibatkan politik uang menjadi isu serius yang perlu diperhatikan. Namun, di tengah perkembangan zaman saat ini, apakah terjadi perubahan yang signifikan terkait praktik politik uang?
Ucu Martanto SIP MBA, Dosen Ilmu Politik di Fakultas Ilmu Sosial dan Politik (FISIP) Universitas Airlangga (UNAIR), menyajikan pandangan yang mendalam dan kritis terkait hal ini.
Ucu menjelaskan bahwa walaupun waktu dan pemilu telah berganti, praktik “vote buying” masih terlihat pada persiapan Pemilu 2024.
Terkait perubahan strategi politik uang dari pemilu-pemilu sebelumnya, Ucu berpendapat, “Saya rasa praktik ‘vote buying’ masih ada dalam Pemilu 2024, meskipun upaya untuk menguranginya telah dilakukan. Salah satu faktor yang mempengaruhi adalah sistem pemilihan serta campur tangan pemerintah dalam mencegah tindakan curang,” ungkap Ucu, yang juga mengajar Politik Anti Korupsi di FISIP UNAIR.
Era digital telah mengubah banyak aspek, termasuk dalam kampanye politik. Meskipun hukum melarang calon kandidat memberikan uang kepada pemilih untuk memperoleh suara, Ucu menekankan pentingnya peran lembaga pengawasan dan generasi Z yang mahir dalam teknologi. Hal ini penting untuk memantau dan mencegah perkembangan politik uang di dunia digital.
Dalam menghadapi perkembangan teknologi, Ucu menyoroti pentingnya pengawasan terhadap kampanye di dunia digital. Ia menegaskan, “Kampanye saat ini sudah merambah dunia digital, seperti melalui pemberian hadiah. Meskipun ada larangan memberikan imbalan berupa uang kepada calon pemilih, peran Bawaslu, Panwaslu, dan generasi Z dalam mengawasi strategi kampanye digital menjadi faktor penting dalam mengurangi dampak politik uang,” tuturnya.
Terhadap dampak politik uang terhadap demokrasi dan representasi, Ucu menjelaskan, “Pemimpin yang terpilih melalui politik uang mungkin lebih cenderung fokus pada pengembalian modal, yang berpotensi mempengaruhi kebijakan yang mereka dukung,” ungkapnya.
Ucu menegaskan beberapa langkah konkret untuk mengatasi dampak negatif politik uang pada integritas pemilu dan keberlanjutan demokrasi dalam persiapan Pemilu 2024.
“Penyelenggara pemilu perlu memberikan sanksi yang tegas, dan kesadaran masyarakat tentang bahaya politik uang perlu ditingkatkan. Transparansi dalam penggunaan dana partai dan pemeriksaan aset para pemimpin dan partai pengusung juga menjadi langkah penting,” jelasnya.
Mengenai sistem pemilu yang lebih baik, Ucu merekomendasikan, “Diperlukan formulasi sistem pemilu yang demokratis tanpa celah untuk kecurangan. Keterbukaan dalam seleksi partai politik dan pendidikan politik yang komprehensif juga harus diperhatikan untuk menjaga integritas pemilu,” saran Ucu.
Sebagai akhir dari wawancara, Ucu menegaskan pentingnya kerja sama antara berbagai elemen, termasuk pemerintah, masyarakat sipil, dan partai politik. Di era yang semakin kompleks, tantangan terkait politik uang merupakan panggilan bagi semua pihak untuk mendukung nilai-nilai demokrasi dan memastikan proses pemilu yang jujur dan transparan.
“Kita perlu mengubah pandangan bahwa politik uang adalah hal yang biasa. Bersama-sama, kita dapat menjaga integritas pemilu dan kelangsungan demokrasi,” pungkasnya. (ted)