Surabaya (pilar.id) – Spot foto ini terletak di gang kecil di Jalan Gula Surabaya. Tiba di tempat ini, kita akan melihat sudut kota yang sama sekali berbeda dengan gambaran metropolis yang kadang nampak jumawa.
Kalaupun ada kesamaaan, di beberapa tempat, kita akan bertemu sejumlah orang yang sibuk mematut diri lalu berswafoto. Gambaran umum yang dalam beberapa tahun muncul mengiringi tradisi sosial media.
Jika beruntung, kita akan bertemu fotografer komersial yang siap memotret kita dengan teknik yang jauh lebih baik. Maklum, para fotografer ini rata-rata berangkat dengan bekal kamera SLR canggih. Mereka juga siap mengarahkan gaya, agar kenangan dalam file foto lebih sempurna.
“Beberapa kali ke sini sih. Masih belum bosan bikin foto bareng teman. Untuk instagram sama Tiktok,” kata Rani, remaja 18 tahun asal Sidoarjo, Jawa Timur.
Hari itu dia datang bersama temannya. “Yang ini belum pernah ke sini,” kata Rani sambil menunjuk salah satu temannya yang langsung tersipu.
Gang kecil di Jalan Gula ini terus tumbuh mengumpulkan cerita. Sejak dulu, di awal tahun 1900-an, tempat ini jadi saksi aktivitas bongkar muat seperti pada masa kolonial Belanda.
Jalan sepanjang 100 meter ini dahulu dikenal dengan nama Suikerstraat karena di sana banyak dikirimkan komoditas gula dan hasil perkebunan lainnya melalui jalur laut. Nama Suikerstraat sendiri bermakna Jalan Gula.
Bangunan-bangunan tua di Jalan Gula relatif masih berdiri tegak dan terjaga. Meski tak dipungkiri, usia yang sedemikian panjang tak mampu menghadang banyak perubahan. Jika tak mulai aus dimakan jaman, bangunan-bangunan ini mesti rela berhadapan dengan tangan-tangan tak bertanggung jawab.
Apapun, bagi Rani dan kawan-kawannya, sudut ini tetap menarik untuk diabadikan. Karena saat zaman berubah, kenangan keberadaan mereka di Jalan Gula bakal tetap abadi. Setidaknya sampai suatu saat nanti, ketika sosial media tak lagi ada. (hdl)