Jakarta (pilar.id) – Dewan Pimpinan Pusat Ikatan Pedagang Pasar Indonesia (DPP IKAPPI) menyoroti beberapa komoditas yang masih cukup tinggi dan rawan akan kelangkaan selama bulan Ramadhan. Terdapat 5 komoditas yang masih terjadi kelangkaan dan lonjakan harga.
Wasekjen Penguatan Pangan dan Distribusi Pangan IKAPPI, Abdul Sutri Atmojati mengatakan, harga minyak goreng curah masih tinggi atau sebesar Rp20.000 per liter. Masih tingginya harga dipengaruhi banyak faktor pendukung, sehingga harganya masih di atas harga eceran tertinggi (HET) sebesar Rp14.000 per liter.
Disparitas harga yang cukup tinggi dengan minyak goreng kemasan membuat banyak pihak bermain untuk menaikkan harga minyak goreng curah. “Saat ini data IKAPPI menyatakan bahwa harga minyak goreng curah masih berada di angka Rp20.000 per liter,” kata Abdul, Rabu (20/4/2022).
Lalu komoditas yang kedua adalah bawang merah. Pasokan bawang merah di periode kali ini belum aman di pasar dan harganya Rp39.000-Rp40.000 per kg. Ketiga adalah bawang putih. Walaupun bawang putih impor, tetapi beberapa komoditas masih sulit ditemui di pasar atau harganya masih relatif tinggi.
Keempat adalah gula pasir. Gula pasir juga masih dikisaran harga Rp14.500 per kg dan barangnya masih banyak belum ditemui di pasar. Hal itu karena musim giling akan terjadi di bulan Mei 2022.
Lalu yang kelima adalah daging sapi. Daging sapi yang seharusnya dipatok seharga Rp130.000 per kg, sekarang dikisaran harga Rp143.500-Rp150.000 per kg. Harga daging sapi cukup tinggi di awal Ramadhan sampai pada pertengahan Ramadhan.
“Daging sapi ini salah satu penyebabnya adalah permintaan yang cukup tinggi, dan komoditasnya tidak begitu banyak,” kata dia.
Dari beberapa komoditas pangan tersebut, kata Abdul, IKAPPi menilai bahwa pemerintah dalam hal ini Kementerian Perdagangan dan Kementerian Pertanian, masih belum cukup mampu mengendalikan pangan selama periode Ramadhan.
“Kami meminta kepada pemerintah untuk segera menyelesaikan persoalan pangan ini menjelang hari raya dan pasca Hari Raya Idul Fitri. Karena itu cukup berbahaya bagi pangan kita,” tegasnya. (her/din)