Jakarta (pilar.id) – Dosen hukum pidana Universitas Trisakti, Azmi Syahputra berpandangan, dalam kasus promo minuman alkohol Holywings, para pelaku pembantu tidak boleh diadili sebelum pelaku utama terbukti bersalah.
Polisi harus temukan personil yang bertugas sebagai pengendali dalam pembuatan promo. Karena menurutnya, polisi harus meluaskan penyidikan, mengambil langkah-langkah terukur, serta menemukan orang yang bertugas sebagai pengendali di perusahaan Holywings.
“Harus ditelusuri siapakah yang memerintahkan dan meminta maupun menyetujui promo minuman beralkohol untuk yang bernama Muhammad dan Maria, yang dilakukan manajemen Holywings,” kata Azmi, Rabu (29/6/2022).
Azmi menilai, polisi harus menyisir apakah permufakatan jahat berupa promo minuman keras ini dilakukan oleh beberapa orang yang berkapasitas sebagai personal pengendali.
Ia mengatakan, harus diketahui apakah mereka secara serentak menyepakati promo minuman alkohol tersebut atau ada beberapa bagian yang terpisah dari perbuatan pelaku pengendali atas 6 orang yang sudah berstatus tersangka.
“Ini harus dilihat peran apa yang diperbuat dari personal pengendali pada level manajemen yang semestinya dapat mencegah atau membiarkan promo tersebut,” ujarnya.
Karena sejatinya, kata dia, pelaku yang berdasarkan hubungan kerja ini adalah kesalahan bagi manajemen jika kegiatan bisnisnya membahayakan karyawan hingga jadi tersangka, termasuk bila kesalahan semata dibebankan pada level anak buah. Padahal pegawai hanya melakukan perintah atasannya.
Oleh sebab itu, semestinya tindakan yang dilakukan pegawainya merupakan representatif perbuatan pemimpinnya. Karena tindakan anak buahnya tersebut sudah diketahui oleh personal pengendali pada level atas manajemen.
Artinya sepanjang ada bukti dan relevansi bahwa personal pengendali korporasi yang bersangkutan bertindak sebagai pemimpin atau pemberi perintah dan memiliki kewenangan area, maka dapat dibebani pertangungjawaban pidana.
Karena menurut Azmi sangat jelas, secara faktual perbuatan yang bila dihubungkan dengan rumusan delik, peran dan kontribusi pemimpin sebagai pemberi perintah termasuk dengan adanya hubungan kerja terhadap 6 pegawai dimaksud hanya sebagai kategori pelaku pembantu.
Maka personal pengendali pada level manajemen yang semestinya sebagai pelaku utama bukan anak buahnya. Dalam hukum pidana pelaku pembantu tidak boleh diadili sebelum pelaku utama terbukti bersalah.
“Karenanya untuk adanya keadilan hukum, saya mendorong kepolisian untuk terus mengungkap dan menemukan siapakah pimpinan di level manajemen yang mengendalikan termasuk menggerakkan penyetujuan promo bermasalah tersebut,” tegasnya. (her/hdl)