Jakarta (pilar.id) – Kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) subsidi jenis Pertalite dan Solar sepertinya sudah di depan mata. Tugas pemerintah tidak boleh lepas tangan, harus mencari cara agar saya beli masyarakat tidak turun imbas kenaikan harga BBM subsidi tersebut.
Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira mengatakan, ada konsekuensi yang harus ditanggung pemerintah apabila benar menaikkan harga BBM subsidi guna menjaga daya beli masyarakat.
“Agar daya beli masyarakat tetap terjaga saat Pertalite dan Solar naik, maka anggaran perlindungan sosial perlu ditambah Rp200 triliun hingga Rp300 triliun,” kata Bhima di Jakarta, Kamis (25/8/2022).
Penambahan anggaran perlindungan sosial bukan hanya untuk orang miskin yang terdampak, tapi juga untuk pelaku usaha kecil dan mikro yang jumlahnya cukup besar. Diketahui, jumlah usaha kecil dan mikro mencapai lebih dari 60 juta unit yang selama ini bergantung kepada BBM subsidi.
“Jadi efek atau imbas kenaikan harga BBM subsidi cukup signifikan pada biaya operasional pelaku usaha. Jadi harus dibantu melalui usaha produktif atau platform kredit usaha rakyat (KUR)-nya dinaikkan,” kata dia.
Selain meningkatkan anggaran perlindungan sosial, pemerintah bisa juga memberikan bantuan kompensasi ke konsumen atau masyarakat dalam bentuk penurunan tarif PPN, dari 11 persen diturunkan menjadi 9 persen untuk mengkompensasi dari inflasi.
Lalu, Bhima menegaskan, perlu dicatat juga bahwa kenaikan BBM akan berdampak ke sektor pangan. Pemerintah perlu memberikan anggaran subsidi pangan yang cukup besar, terutama guna meringankan beban biaya transportasi pagan yang dialami oleh petani.
“Jadi anggaran perlindungan sosialnya harus naik Rp200 triliun hingga Rp300 triliun, mungkin sekitar Rp600 tiriliun hingga Rp700 triliun total anggaran perlindungan sosial tahun ini untuk kompensasi dari kenaikan BBM subsidi,” tegasnya. (her/din)