Surabaya (pilar.id) – Universitas Airlangga (UNAIR) menjadi tuan rumah acara internasional bergengsi, The 20th AUN and 9th ASEAN+3 Educational Forum and Young Speakers Contest 2024.
Acara ini dihadiri oleh mahasiswa, akademisi, serta profesional muda dari negara-negara ASEAN, bersama tiga mitra dari Jepang, Korea Selatan, dan China. Para peserta berkumpul untuk membahas tantangan global di bidang pendidikan serta memperkuat kerja sama regional.
Salah satu momen penting dalam acara ini adalah sesi keynote yang dibawakan oleh Bambang S. Hidayat, Kepala Kantor Perwakilan LPS II Surabaya, pada pembukaan di Majapahit Hall, ASEEC Tower Kampus Dharmawangsa-B.
Dalam sesi tersebut, ia mengangkat topik “Emancipatory Education as a Path Towards an Emancipated Future”, menekankan pentingnya pendidikan emansipatoris dalam menghadapi tantangan masa depan.
Pentingnya Pendidikan Emansipatoris
Dalam pemaparannya, Bambang menjelaskan bahwa pendidikan emansipatoris bukan sekadar mengajarkan keterampilan teknis, tetapi juga mengedepankan pembangunan karakter, pemikiran kritis, dan inovasi.
“Pendidikan yang memerdekakan tidak hanya berfokus pada pengetahuan akademis, tetapi memberikan individu kemampuan berpikir kritis, analitis, dan teknologi untuk bersaing di dunia yang semakin kompleks,” ungkapnya.
Pendidikan emansipatoris, menurutnya, adalah kunci dalam membekali individu agar mampu menghadapi dampak dari pesatnya perkembangan teknologi dan otomatisasi.
Dengan pendidikan semacam ini, siswa akan mampu mengidentifikasi masalah, merumuskan solusi, dan bertindak tepat, yang pada akhirnya akan melahirkan generasi pemimpin inovatif di komunitas masing-masing.
Pendidikan untuk Keadilan dan Kesetaraan
Lebih lanjut, Bambang menegaskan bahwa pendidikan harus menjadi sarana untuk memberikan kesempatan yang sama bagi semua orang. Pendidikan yang memerdekakan, ujarnya, akan menciptakan generasi yang mandiri dan berkelanjutan.
“Pendidikan harus membekali individu dengan kebebasan berpikir dan bertindak, bukan sekadar mengejar gelar,” tambahnya.
Sebagai penutup, Bambang menggarisbawahi pentingnya kolaborasi antar negara dalam menciptakan sistem pendidikan yang inklusif dan progresif.
Ia menegaskan bahwa kolaborasi internasional dan inovasi menjadi kunci utama untuk menciptakan pendidikan yang benar-benar memerdekakan manusia dari belenggu ketidakadilan dan kebodohan. (hdl)