Jakarta (pilar.id) – Adira Finance mencatatkan peningkatan piutang pembiayaan sebesar 7 persen hingga mencapai Rp57 triliun per September 2024, meski di tengah tantangan ekonomi global.
Penurunan permintaan global, melemahnya industri manufaktur di Asia, serta ketidakpastian ekonomi akibat geopolitik menjadi tantangan yang dihadapi, namun Bank Indonesia berhasil menstabilkan perekonomian domestik dengan menurunkan suku bunga BI7DRR ke 6,00 persen pada September 2024.
Di Indonesia, Adira Finance berupaya menjaga pertumbuhan di tengah penurunan penjualan ritel mobil baru yang turun 12 persen secara tahunan (y/y), meskipun penjualan sepeda motor mengalami kenaikan sebesar 5 persen.
“Sepanjang Januari-September 2024, pembiayaan baru kami tercatat turun 9 persen y/y menjadi Rp27,8 triliun. Namun, segmen non-otomotif mencatatkan pertumbuhan positif dengan total pembiayaan Rp6,8 triliun, didominasi oleh pembiayaan multiguna,” jelas Dewa Made Susila, Direktur Utama Adira Finance.
Sementara itu, pembiayaan berbasis syariah juga tumbuh signifikan, mencapai Rp5,9 triliun atau 21 persen dari total pembiayaan baru.
Sejalan dengan komitmen terhadap transisi energi bersih, Adira Finance mulai menyalurkan pembiayaan kendaraan listrik (EV) senilai Rp290 miliar hingga September 2024. Di wilayah Papua, Sulawesi, dan Maluku (Pasima), Adira Finance menyalurkan pembiayaan Rp1,8 triliun, di mana 79 persen diserap oleh sektor otomotif dan 21 persen oleh sektor non-otomotif.
Untuk memperluas cakupan bisnis, perusahaan kini mengoperasikan 484 jaringan bisnis di seluruh Indonesia, termasuk cabang syariah, dan mengoptimalkan layanan digital melalui platform seperti Adiraku, momobil.id, momotor.id, serta dicicilaja.com.
Selain itu, dalam mendukung sektor Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM), Adira Finance mengadakan Festival Pasar Rakyat (FPR) di beberapa kota mulai Agustus hingga Desember 2024.
Di sektor keuangan, Adira Finance mencatat pendapatan sebesar Rp7,5 triliun, naik 9 persen dari periode yang sama tahun lalu. Namun, beban operasional yang meningkat 18 persen menyebabkan laba bersih turun 17 persen y/y menjadi Rp1,1 triliun.
Direktur Keuangan Adira Finance, Sylvanus Gani Mendrofa, menyatakan bahwa kenaikan biaya pendanaan dan kredit berdampak pada laba perusahaan dengan Return on Asset (ROA) sebesar 5,7 persen dan Return on Equity (ROE) sebesar 13,5 persen.
Dari sisi pendanaan, Adira Finance tetap mengandalkan diversifikasi sumber, didukung oleh pembiayaan bersama Bank Danamon, pinjaman bank dalam dan luar negeri, serta penerbitan obligasi. Hingga September 2024, total pinjaman perusahaan meningkat 24 persen y/y menjadi Rp19,2 triliun dengan gearing ratio sebesar 1,9 kali.
Pada Oktober 2024, Adira Finance menerbitkan Obligasi Berkelanjutan VI Tahap IV senilai Rp2 triliun yang mengalami oversubscribe 2,3 kali.
Selain itu, Adira Finance berhasil mempertahankan peringkat internasional Baa1/stable dari Moody’s, yang memperkuat daya saing perusahaan dalam mengakses pendanaan di pasar global. (hdl)