Jakarta (pilar.id) – Peluang pembentukan koalisi besar menjelang Pilpres 2024 semakin kecil, karena ada beberapa faktor yang menghambat. Hal ini disampaikan Direktur Eksekutif The Strategic Research and Consulting (TSRC), Yayan Hidayat, Selasa (25/4/2023).
“Poros koalisi besar akan kesulitan mencapai kesepakatan politik. Terutama dalam urusan penentuan calon presiden dan wakil presiden yang akan diusung,” terang Yayan.
Ia menambahkan, ini disebabkan oleh ego elektoral yang dimiliki oleh partai-partai besar yang ingin mendapatkan jatah untuk mencalonkan capres.
Yayan menyebutkan bahwa Gerindra dan PDIP adalah partai-partai yang paling berhak mendapatkan jatah sebagai capres, karena mereka menganggap kadernya yang paling pantas dengan latar belakang modal elektoral masing-masing.
Tren hasil survei capres dari 2021 hingga 2023 menunjukkan bahwa jarak elektoral dari tiga nama bacapres, yakni Ganjar Pranowo, Prabowo Subianto, dan Anies Baswedan selalu bersaing tipis di persentase gap 0,5 persen hingga paling jauh 2 persen.
Fluktuasi gap elektoral tersebut dipengaruhi oleh persepsi dan keputusan politik yang dibuat oleh tiga nama bacapres tersebut.
Yayan menambahkan, ada tiga poros koalisi yang berkontestasi yakni Koalisi Indonesia Bersatu (KIB) yang terdiri dari PDIP, Golkar, PPP, dan PAN serta partai non-parlemen yakni PSI dan HANURA dengan mengusung Ganjar Pranowo sebagai Capres.
Poros koalisi kedua ialah Koalisi Kebangkitan Indonesia Raya (KKIR) yang terdiri dari Gerindra dan PKB dengan mengusung Prabowo Subianto sebagai capres dan Koalisi Perubahan yang terdiri dari Partai Nasdem, Demokrat, dan PKS dengan mengusung Anies Baswedan.
Namun, pergerakan politik seperti bergabungnya Sandiaga Uno ke PPP setelah keluar dari Gerindra dapat mempengaruhi utak atik poros koalisi tersebut.
Yayan meyakini bahwa keputusan Sandiaga tersebut akan mempengaruhi konstelasi politik pembentukan koalisi. Kondisi yang sama juga akan terjadi dengan PKB bila Ketua Umumnya Muhaimin Iskandar tidak punya peluang untuk diusung menjadi Calon Wakil Presiden.
PKB akan berpeluang keluar dari Koalisi Kebangkitan Indonesia Raya jika Ketua Umumnya tidak menjadi cawapres. Tentunya PKB akan mendorong pembentukan poros koalisi Nasionalis-Religius dengan bergabung ke PDIP karena kecewa pada Prabowo dan Gerindra. (hdl)