Surabaya (pilar.id) – Minat terhadap junk food, makanan tinggi kalori, lemak, gula, dan garam, semakin tinggi. Meskipun begitu, konsumsi berlebihan makanan ini dapat menimbulkan dampak serius bagi kesehatan tubuh.
Menurut Dr. Siti Rahayu Nadhiroh, Dosen dan Peneliti Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) Universitas Airlangga (Unair), junk food rendah akan zat-zat gizi esensial seperti vitamin dan mineral, namun tinggi akan kandungan energi, garam, gula, atau lemak. Karena makanan jenis ini tidak berperan dalam pola makan sehat, konsumsi berlebihan dapat membawa dampak serius.
Dr. Nadhiroh menjelaskan bahwa keraguan muncul terhadap klaim bahwa konsumsi junk food berdampak serius karena efeknya bersifat jangka panjang. Baru ketika masalah kesehatan muncul pada kemudian hari, orang menyadari konsekuensinya. Studi dan penelitian telah membuktikan efek negatif jangka panjang dari kebiasaan mengkonsumsi junk food.
“Dampaknya mungkin tidak dirasakan langsung. Tetapi banyak penelitian telah membuktikan efek negatif dari kebiasaan mengonsumsi junk food,” ujarnya.
Berlebihan mengonsumsi junk food dapat menyebabkan efek jangka pendek seperti rasa lelah, kembung, dan kesulitan berkonsentrasi. Sementara dampak jangka panjangnya dapat meningkatkan risiko obesitas, diabetes, penyakit kardiovaskular, hipertensi, dan stroke. Terlalu banyak lemak jenuh dalam junk food dapat meningkatkan risiko penyakit jantung.
Dr. Nadhiroh juga mencatat bahwa konsumsi junk food dapat mengganggu fungsi otak, mengurangi konsentrasi, dan merusak ingatan. Kandungan serat yang rendah pada junk food membuat perasaan kenyang tidak bertahan lama, menyebabkan penurunan energi dan peningkatan rasa lapar.
Dalam konteks risiko kesehatan, faktor-faktor lain seperti gaya hidup dan faktor genetik juga berperan. Kebiasaan mengonsumsi junk food dipengaruhi oleh ketersediaan, paparan iklan, dan kesadaran individu. Upaya perubahan perilaku menuju pola makan sehat memerlukan kolaborasi antara individu, pemerintah, akademisi, dan masyarakat.
“Untuk mengurangi dampak buruk konsumsi junk food, perlu adanya pembatasan penjualan dan iklan junk food, promosi makanan sehat sesuai gizi seimbang, dan penelitian lebih lanjut terkait perubahan perilaku. Pemerintah, akademisi, dan masyarakat perlu bekerja bersama dalam merumuskan solusi untuk mengurangi prevalensi konsumsi junk food, khususnya di kalangan anak muda dan mahasiswa,” tutupnya. (ret/hdl)