Jakarta (pilar.id) – Tim kuasa hukum dari Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan (Propam) Mabes Polri, Irjen Pol Ferdy Sambo mendatangi gedung Dewan Pers di Jalan Kebon Sirih, Nomor 32-34 Jakarta Pusat. Kedatangan mereka untuk berkonsultasi soal pemberitaan kasus baku tembak antara polisi beberapa waktu lalu.
Usai menerima konsultasi, Ketua Komisi Pengaduan dan Penegakan Etika Pers Dewan Pers, Yadi Hendrianay mengatakan, insan pers harus mengedepankan empati serta tidak membangun spekulasi terkait pemberitaan istri Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan (Kadiv Propam) Polri Irjen Ferdy Sambo, Putri Candrawathi.
Yadi mengatakan, imbauan itu untuk menghindari traumatis yang dialami istri dan keluarga Ferdy Sambo. “Kita paham keluarga memiliki putra dan putri. Lalu hindari spekulasi, asumsi tak mendasar, dan lain-lain. Saya paham jurnalis sudah paham apa itu jurnalisme empati,” kata Yadi kepada wartawan, Jumat (15/7/2022).
Yadi menilai, beberapa pemberitaan di media bersifat spekulatif dan berasal dari sumber tidak resmi terkait kasus baku tembak di kediaman Kadiv Propam Ferdy Sambo. Dampak pemberitaan yang berasal dari sumber tidak resmi tersebut sangat berbahaya.
Oleh karena itu, ia mengimbau insan pers untuk berpedoman pada Kode Etik Jurnalistik dalam melakukan pemberitaan. “Informasi harus betul-betul dilihat secara profesional. Jangan ada spekulasi,” ucapnya.
Dia berpesan, insan pers harus menulis penjelasan dari Mabes Polri tanpa berspekulasi lebih jauh. Spekulasi yang terlampau jauh belum dapat dipastikan kebenarannya.
Sementara itu, pengacara pihak istri Ferdy Sambo, Arman Hanis menyatakan hal yang sama. Dia memohon kepada insan pers mengedepankan empati sambil menunggu hasil penyelidikan dari tim khusus yang telah dibentuk Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo.
Berdasarkan Pasal 5 Kode Etik Jurnalistik, kata dia, wartawan Indonesia tidak boleh menyebutkan dan menyiarkan identitas korban kejahatan susila.
“Keluarga mempunyai tiga orang anak yang masih berusia muda. Pemberitaan yang mengandung spekulasi menimbulkan dampak yang luar biasa apabila teman-teman pers tidak mengindahkan Kode Etik Jurnalistik,” kata Arman.
Brigadir J ditembak mati Bharada E, yang juga merupakan ajudan Irjen Ferdy Sambo pada Jumat (8/7/2022) sore. Penyebabnya, Brigadir J menembak terlebih dahulu ke arah Bharada E, sehingga dianggap membahayakan keselamatannya.
Peristiwa ini bermula dari adanya teriakan minta tolong oleh Putri dari kamarnya, yang mengaku dilecehkan dan ditodong pistol kepalanya oleh Brigadir J.
Bharada E yang mendengar teriakan Putri dari lantai dua rumah, bergegas ke sumber suara dan mendapati Brigadir J di depan pintu kamar Putri. Bharada E kemudian bertanya mengenai apa yang terjadi kepada Brigadir J. Namun, pertanyaan tersebut dibalas tembakan, sehingga baku tembak terjadi dan akhirnya Brigadir J tewas dengan tujuh luka tembak.
Pascakematian Brigadir J, timbul banyak pertanyaan dari keluarga dan masyarakat. Isinya keraguan dan merasa janggal terhadap peristiwa tersebut. Ini yang kemudian membuat Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo membentuk tim khusus yang turut melibatkan pihak eksternal dari Kompolnas dan Komnas HAM.
“Karena memang terjadi baku tembak antara anggota dan anggota, dan kami juga mendapatkan banyak informasi terkait dengan berita-berita liar yang beredar yang tentunya kita juga ingin semuanya ini bisa tertangani dengan baik,” ujar Sigit. (her/din)