Jakarta (pilar.id) – Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) melihat, langkah pemerintah dalam mencabut ribuan izin belum diikuti dengan jaminan pelaksanaan reforma agrarian sejati, yaitu mengubah struktur kepemilikan tanah yang timpang selama ini antara rakyat dan pengusaha.
Pengkampanye Hutan dan Kebun, Eksekutif Nasional WALHI, Uli Arta Siagian menilai, pemerintah juga belum menyatakan sikap dalam menyelesaikan konflik-konflik agrarian antara rakyat dan perusahaan yang selama ini terjadi.
Hal ini terlihat dari peryataan pengurus negara melalui kepala BKPM Bahlil Lahadalia. Dalam keterangan pers nya secara umum menyebutkan bahwa setelah pencabutan ribuan izin IUP, HGU, HGB dan izin kehutanan, maka izin tersebut akan diberikan kepada kelompok adat, koperasi, pengusaha, dan organisasi keagamaan, sesuai dengan kemampuan masing-masing kelompok dalam mengelola konsesi izin.
Dia juga menambahkan, kelompok masyarakat yang akan menerima konsesi izin juga akan dikerjasamakan dengan para investor dalam pengelolaan izin konsesi.
Jika langkah selanjutnya yang diambil pengurus negara adalah tetap memberikan izin baru kepada investor yang dianggap lebih mampu mengelola izin konsesi, maka pekerjaan mencabut ribuan izin tersebut adalah sia-sia. Tidak menyelesaikan masalah yang ada yaitu ketimpangan penguasaan atau kepemilikan lahan.
“Kalau niatnya untuk mensejahterakan rakyat, maka jalankan reforma agraria sejati. Kembalikan tanah-tanah rakyat dan wilayah adat masyarakat adat yang selama ini dirampas melalui sistem perizinan. Berikan tanah kepada petani yang menggarap dan tidak memiliki tanah. Bukan malah mendistribusikan konsesi izin yang telah dicabut kepada pengusaha, itu sama saja dengan hanya melakukan pergantian pemain untuk mengeksploitasi sumber-sumber penghidupan,” kata Uli, Jumat (7/1/2022).
WALHI, kata dia, juga menekankan agar pemerintah segera membuka informasi secara detail perusahaan-perusahaan pertambangan maupun perkebunan pemegang IUP dan HGU yang telah dicabut tersebut.
“Kita mau tahu apakah izin-izin perusahaan yang dicabut tersebut adalah perusahaan yang selama ini berkonflik dengan rakyat atau tidak. Atau perusahaan tersebut adalah perusahaan yang selama ini melakukan pelanggaran hukum atau tidak. Atau perusahaan yang izinnya dicabut itu karena memang masa berlaku izin nya telah habis, sedangkan perusahaan yang selama ini berkonflik dengan rakyat justru tidak dicabut,” kata dia.
Sementara itu, Pengkampanye Tata Ruang dan Infrastruktur, Eksekutif Nasional WALHI Dwi Saung mengatakan, konsesi sumber daya alam yang tidak dilakukan kegiatan justru bukan kesia-siaan tetapi malah sesuatu yang menguntungkan bahwa tidak terjadi eksploitasi yang justru akan merugikan lingkungan dan masyarakat.
Terhadap konsesi ini tidak selayaknya pula dilakukan pemberian izin yang justru akan mengesploitasi sumber daya alam secara berlebihan. “Apalagi jelas-jelas Mentri/Kepala BKPM menyatakan akan memberikan izin kepada pengusaha-pengusaha besar lain,” pungkasnya. (her)