Jakarta (pilar.id) – Masyarakat Kepulauan Sangihe teguh pada pendirian mereka untuk menolak hadirnya tambang emas. Penolakan ini, didasari pada kekhawatiran mereka atas ancaman kerusakan lingkungan yang akan terjadi di Sangihe.
Apalagi, daerah yang akan dijadikan sebagai tambang emas luasnya lebih dari setengah luas Kepuluan Sangihe. Jika pertambangan emas tetapakan dilanjutkan dan diberikan izin, kehidupan masyarakat Sangihe tentu akan terancam.
Keresahan dan adanya ancaman kerusakan lingkungan itulah yang kemudian mereka bawa dan laporkan pada Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM). Dalam audiensi bersama Komnas HAM tersebut, masyarakat Sangihe yang tergabung dalam Save Sangihe Island menyampaikan penolakannya secara tegas.
Komnas HAM lalu mengambil tindakan cepat. Mereka akan segera memanggil kementerian dan lembaga terkait kasus penambangan emas di Kepulauan Sangihe. Diantaranya, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Kementerian Kelautan dan Perikanan, dan kementerian/lembaga lainnya.
“Selain itu, akan dilaksanakan pula pemanggilan terhadap PT TMS selaku pihak yang diadukan,” kata Ketua Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) RI Ahmad Taufan Damanik dalam keterangan yang diterima di Jakarta, Senin (28/3/2022).
Melalui keterangannya, Taufan Damanik menerangkan bahwa Komnas HAM telah melakukan pemanggilan pada Kementerian ESDM RI dalam rangka permintaan keterangan terkait penolakan tambang emas PT TMS pada Oktober 2021.
Ia juga memaparkan bahwa Komnas HAM telah melakukan sejumlah pemantauan lapangan dengan meminta keterangan, pendalaman informasi, dan dengar pendapat dari warga yang berada di area konsesi tambang PT TMS.
Pihaknya juga telah meminta keterangan dari Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Sangihe. Melalui keterangan Pemkab Sangihe, Komnas HAM memperoleh informasi bahwa Pemkab Sangihe menolak rencana penambangan PT TMS dengan dasar bertentangan dengan peraturan perundang-undangan.
Selain itu, Pemkab Sangihe juga menilai bahwa penambangan PT TMS tidak sesuai dengan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kabupaten Kepulauan Sangihe 2017-2022.
“Komnas HAM juga meminta keterangan Pemerintah Provinsi Sulawesi Utara,” ujar dia.
Melalui permintaan keterangan pada Pemerintah Provinsi (Pemprov) Sulawesi Utara, Komnas HAM menemukan bahwa kewenangan pemerintah pusat dan Pemprov Sulawesi Utara tidak dapat menghentikan Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT TMS, karena berdasarkan pada kontrak karya.
Adapun rencana tindak lanjut Komnas HAM selain memanggil kementerian dan lembaga terkait, adalah meminta keterangan Kepolisian Daerah Sulawesi Utara terkait situasi keamanan dan ketertiban masyarakat serta mencegah potensi kekerasan serta penegakan hukum terhadap pelanggaran izin pertambangan, kata Taufan pula. (fat/antara)