Yogyakarta (pilar.id) – Ratusan warga di Yogyakarta berebut ubarampe atau sesaji dari lima gunungan hasil bumi saat prosesi Garebeg Sawal yang digelar Keraton Yogyakarta di pelataran Masjid Gedhe Kauman, Sabtu (22/4/2023). Terlihat, hanya dalam hitungan menit, ubarampe lima gunungan tersebut ludes diperebutkan warga.
Gunungan garebeg sawal ini menjadi rangkaian kegiatan Hajad Dalem Garebeg Sawal Ehe 1956 untuk memperingati Idul Fitri 1444 H dari Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat. Dimana tahun ini, menjadi kali pertama diselenggarakan setelah tiga tahun absen karena pandemi.
Gunungan tersebut dibagikan di tiga tempat berbeda yakni lima gunungan di Kagungan Dalem Masjid Gedhe, satu buah gunungan di kompleks Kepatihan, dan satu buah gunungan di Pura Pakualaman.
Prosesi ini diawali sekitar pukul 10.30 WIB, dengan arak-arakan prajurit yang mengiringi gunungan masuk ke pelataran Masjid. Berbeda dari tahun-tahun sebelumnya, iring-iringan prajurit yang terdiri dari 10 Bregada Keraton ini tidak melintasi kawasan Alun-alun Utara.
Sebelumnya, tujuh gunungan yang berada di Bangsal Pancaniti, Kamandungan Lor dibawa ke Kanca Abang melalui Regol Brajanala-Sitihinggil Lor-Pagelaran-keluar lewat barat Pagelaran menuju Masjid Gedhe.
Setelah didoakan, gunungan tersebut dibagi kepada dua pasukan yakni pada pasukan Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat dan dua pasukan Pura Pakualaman menuju Masjid Gedhe Kauman. Pasukan itu, kemudian dipecah berjalan dari dua arah berbeda.
Adapun prajurit yang mengawal yakni Wirabraja, Dhaeng, Patangpuluh, Jagakarya, Prawiratama, Ketanggung, Mantrijero, Nyutra, Bugis, dan Surakarsa. Sementara Bregada Bugis mengawal gunungan hingga Kepatihan, dan Prajurit Pura Pakualaman yakni Dragunder dan Plangkir bertugas membawa ke Pura Pakualaman.
Setelah pasukan sampai pelataran masjid, para pemuka Keraton memanjatkan doa bersama dengan takmir Masjid Gedhe setelah itu masyarakat disilakan merayah atau mengambil gunungan. Meski teriknya panas cukup terasa, namun masyarakat tetap bersemangat berebut sedekah hasil bumi dari raja Ngayogyakarta Hadiningrat itu.
Dipercaya, sesajian gunungan tersebut menjadi sesajian sakral yang telah disucikan dengan doa mantra. Karena itu, gunungan dianggap mempunyai kekuatan magis yang bisa menolak bala. Dengan demikian, banyak diantara masyarakat yang jauh-jauh datang untuk bisa membawa pulang ubarampe.
Salah seorang warga asal Yogyakarta, Tini mengungkapkan ia bersama keluarganya telah berada di lokasi sejak pukul 09.00 WIB menanti datangnya gunungan. Diakui Tini, perjuangannya terbayar karena berhasil mendapatkan ubarampe gunungan seperti tangkai rengginang, kacang panjang, cabai merah, dan sayur mayur lainnya.
“Susah tadi rebutanya sampai desak-desakan karena ramai banget, tapi Alhamdulillah dapet ini. Iya, buat ngalap berkah ini kan dari Raja Ngayogyakarta harapannya mendapatkan berkah dan barokah,” bebernya.
Hal senada juga diungkap Ngatinem, warga asal Bantul. Meski telah mendapatkan beberapa buah ubarampe, namun dia juga tetap mengambil potongan rengginang yang telah menjadi keping-keping yang telah jatuh di pelataran. Menurutnya, kepingan tersebut dia gunakan saat musim tanam tiba.
“Dikumpulin nanti buat kalau sudah masuk musim tanam biasanya saya sebar di sekitar padi yang ditanam. Iya (untuk keberkahan),” tutupnya. (riz/hdl)