Jakarta (pilar.id) – Meta CEO Mark Zuckerberg berambisi membangun Artificial General Intelligence (AGI) sebagai teknologi masa depan. AGI berpotensi menjadi revolusi dalam dunia kecerdasan buatan yang mampu melakukan berbagai tugas kompleks dengan tingkat kecerdasan mendekati manusia.
Perkembangan kecerdasan buatan (AI) telah melampaui ekspektasi, terutama dengan kemunculan AI generatif seperti ChatGPT yang mampu menulis, merespons pertanyaan, hingga menciptakan gambar.
Namun, para raksasa teknologi, termasuk CEO Meta, Mark Zuckerberg, kini berfokus pada Artificial General Intelligence (AGI), teknologi yang jauh lebih kompleks dan cerdas dibanding AI generatif yang ada saat ini.
Zuckerberg menyebutkan jika tujuannya adalah membangun AGI, yang memungkinkan teknologi ini melakukan berbagai tugas yang sebelumnya hanya bisa dilakukan oleh manusia.
Hal ini menjadikannya setara dengan OpenAI, pembuat ChatGPT, dan DeepMind milik Google, yang juga mengeksplorasi potensi AGI dalam memberikan manfaat bagi manusia.
Artificial General Intelligence (AGI) adalah konsep kecerdasan buatan yang lebih luas dan mampu melakukan berbagai tugas dengan tingkat pemahaman seperti manusia.
Berbeda dengan AI sempit yang hanya bisa melakukan tugas tertentu, AGI bisa beradaptasi dan melakukan berbagai aktivitas seperti berbicara, menulis, mengemudi, serta menyelesaikan masalah secara mandiri.
Saat ini, AI generatif telah mampu menjalankan beberapa tugas seperti merancang liburan, menulis puisi, hingga lulus ujian profesi.
Namun, AGI diharapkan bisa melampaui keterampilan ini dengan menjadi ‘manusia buatan’ yang dapat berinteraksi dan berpikir lebih kompleks, sebagaimana dijelaskan oleh Georgios-Alex Dimakis, profesor dari University of Texas.
Tantangan Menuju AGI
Meski potensi AGI terlihat menjanjikan, masih banyak tantangan yang harus dihadapi sebelum teknologi ini bisa sepenuhnya mengemulasi kecerdasan manusia. Saat ini, AI seperti GPT-4 menunjukkan tanda-tanda kecerdasan umum dalam interaksinya, tetapi masih rentan terhadap kesalahan logika dan halusinasi, yaitu memberikan jawaban yang tidak akurat.
Sebagian ahli percaya bahwa AGI mungkin baru akan terwujud dalam 5 hingga 10 tahun mendatang. Namun, sejumlah lainnya berpendapat bahwa teknologi ini masih sangat jauh dari kenyataan atau bahkan tidak akan pernah tercapai.
Jika AGI berhasil dikembangkan, teknologi ini berpotensi membawa perubahan besar dalam kehidupan sehari-hari. Misalnya, asisten rumah tangga berteknologi AGI yang bisa merawat lansia atau melakukan berbagai pekerjaan rumah tangga secara mandiri.
Di sisi lain, AGI juga bisa memengaruhi pasar kerja dengan menggantikan pekerjaan manusia, meski juga diharapkan menciptakan peluang baru.
Namun, kekhawatiran bahwa AGI akan membuat manusia usang masih dianggap berlebihan. Para ahli berpendapat bahwa meski AGI mampu melakukan banyak tugas, bukan berarti teknologi ini akan memiliki kesadaran atau keinginan untuk melawan manusia.
Artificial General Intelligence, meskipun masih berada dalam tahap pengembangan, memiliki potensi untuk mengubah berbagai aspek kehidupan manusia.
Dari membantu dalam perawatan kesehatan hingga menyelesaikan masalah global seperti perubahan iklim atau penyakit, AGI dapat membawa dampak positif besar. Namun, perjalanan menuju AGI masih panjang, dan tantangan teknis serta etis harus diatasi sebelum teknologi ini bisa diterapkan secara luas. (hdl)