Jakarta (pilar.id) – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengambil langkah tegas dengan memperkenalkan regulasi baru guna memperkuat pengawasan terhadap perdagangan aset kripto di Indonesia.
OJK merilis Rancangan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (RPOJK) terkait penyelenggaraan perdagangan aset keuangan digital, termasuk aset kripto, dan meminta masukan dari masyarakat.
Dengan diterapkannya regulasi baru ini, OJK akan memiliki peran lebih besar dalam mengawasi sektor aset digital yang berkembang pesat.
Tujuan utamanya adalah menciptakan perlindungan lebih kuat bagi konsumen sekaligus meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap aset kripto sebagai instrumen investasi.
Peraturan ini diharapkan mampu meningkatkan kepastian hukum, yang akan memberikan iklim investasi lebih kondusif bagi konsumen dan pelaku usaha di sektor aset kripto.
Wakil Ketua Umum Asosiasi Blockchain & Pedagang Aset Kripto Indonesia (Aspakrindo-ABI), Yudhono Rawis, menyambut baik langkah ini. Ia menilai, regulasi yang jelas akan memperkuat fondasi industri kripto di Indonesia.
“Ini merupakan angin segar bagi pelaku pasar. Pengawasan ketat akan meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap aset kripto,” ujarnya.
Yudho juga menambahkan bahwa regulasi tersebut akan meningkatkan keamanan konsumen, terutama terkait perlindungan aset dan data pribadi.
Dengan standar keamanan yang ketat, konsumen akan merasa lebih aman untuk berinvestasi, yang pada akhirnya akan mendukung pertumbuhan industri yang sehat dan berkelanjutan.
Transparansi dan Tata Kelola Pasar
Regulasi baru ini mengedepankan transparansi, tata kelola yang baik, serta manajemen risiko dalam perdagangan aset kripto.
Setiap bursa diwajibkan menyusun pedoman perdagangan yang jelas dan hanya memperdagangkan aset kripto yang telah melalui evaluasi menyeluruh, baik dari segi kapitalisasi pasar, keamanan teknologi, hingga pengungkapan informasi yang akurat.
Menurut OJK, fokus utama dari regulasi ini adalah memastikan perdagangan aset kripto berlangsung secara transparan, wajar, dan efisien, sehingga konsumen dapat membuat keputusan investasi yang lebih bijaksana.
OJK juga memperkenalkan ketentuan terkait modal disetor bagi bursa dan pedagang aset kripto. Bursa kripto diwajibkan memiliki modal disetor minimal Rp500 miliar saat pengajuan izin usaha, yang harus ditingkatkan menjadi Rp1 triliun dalam tiga bulan setelah izin dikeluarkan. Sementara itu, pedagang kripto wajib memiliki modal disetor minimal Rp100 miliar dan mempertahankan ekuitas sebesar Rp50 miliar.
Langkah ini bertujuan untuk memastikan bahwa pelaku pasar memiliki sumber daya yang cukup untuk mendukung operasional dan melindungi konsumen secara efektif.
Perlindungan Data Pribadi dan Keamanan Sistem
Salah satu aspek penting dari regulasi ini adalah keamanan data pribadi dan sistem informasi. OJK mewajibkan bursa dan pedagang aset kripto untuk menerapkan standar keamanan tertinggi, seperti sertifikasi ISO 27001 dan sistem Disaster Recovery Centre (DRC) di dalam negeri untuk mencegah risiko operasional. Yudho menekankan bahwa hal ini akan meningkatkan kepercayaan konsumen terhadap keamanan aset digital mereka.
Dengan penerapan regulasi baru ini, OJK berharap dapat menciptakan ekosistem perdagangan aset kripto yang lebih aman, teratur, dan berkelanjutan di masa depan. (hdl)