Surabaya (pilar,id) – Pari Jawa, atau dikenal sebagai Urolophus javanicus secara ilmiah, baru-baru ini diumumkan telah punah, menambah daftar panjang hewan yang lenyap akibat aktivitas manusia. Profesor H. M. Amin Alamsjah Ir. Ph.D., seorang ahli perikanan dan kelautan dari Universitas Airlangga, memberikan perspektifnya terhadap kepunahan ini.
Menurut Prof. Amin, Pari Jawa telah lama terancam punah, dan proses kepunahan tersebut terjadi secara bertahap. Hewan ini berkembangbiak secara ovovivipar dan memerlukan kondisi lingkungan yang baik, termasuk nutrisi berupa ikan kecil atau udang.
Kepunahan Pari Jawa disebabkan oleh berbagai faktor, termasuk penangkapan ikan yang merusak ekosistem, seperti penggunaan bom ikan dan bahan kimia. Overfishing juga menjadi salah satu penyebab utama, bersama dengan hadirnya spesies invasif dan degradasi habitat akibat pembangunan di daerah pesisir, seperti dermaga dan tambak intensif.
“Degradasi habitat dapat terjadi akibat eksploitasi pasir, perdagangan biota ilegal, pembuangan limbah pabrik, dan perubahan iklim,” jelas Prof. Amin. Beberapa organisme tidak dapat beradaptasi dengan kenaikan suhu air akibat perubahan iklim, yang juga merupakan kontributor utama kepunahan.
Prof. Amin menekankan pentingnya mengambil pelajaran dari kepunahan Pari Jawa dan mendorong pencegahan kepunahan spesies lainnya. Dia mendesak Kementerian Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia (KKP RI) untuk menyusun daftar spesies secara lebih rinci dan terperinci, serta melakukan identifikasi dan sosialisasi secara rutin kepada para stakeholder, khususnya para nelayan.
Selain itu, Prof. Amin menyoroti perlunya peningkatan edukasi masyarakat tentang perikanan dan kelautan. Pengetahuan teoritis dan empiris harus diprioritaskan, bukan hanya turunan dari pengetahuan orang tua. Dengan potensi perikanan dan kelautan yang tinggi di Indonesia, Prof. Amin juga mengingatkan perlunya dukungan kuat dari pemerintah terkait pengelolaan sumber daya perairan.
“Penting bagi pemerintah untuk tidak hanya fokus pada penangkapan, tetapi juga pada pengolahan hasil perikanan dan kelautan,” kata Prof. Amin. (ipl/hdl)