Yogyakarta (pilar.id) – Kelenteng Fuk Ling Miau berada di Gondomanan, Kota Yogyakarta. Kelenteng ini berusia lebih dari 200 tahun, dibangun pada masa pemerintahan Sri Sultan Hamengku Buwono (HB) II. Karena lokasinya, kelenteng ini lebih dikenal dengan sebutan Klenteng Gondomanan.
Fuk Ling Miau berasal dari kata Fuk berarti berkah, Ling berarti tiada tara, dan Miau yang berarti klenteng. Fuk Ling Miau bisa diartikan sebagai Klenteng berkah tiada tara.
Menurut sejarah, Klenteng yang dibangun pada 1846 ini merupakan hadiah dari Sri Sultan HB II kepada permaisurinya dari Tiongkok.
Menariknya, bangunan klenteng yang berlokasi 550 meter dari Titik Nol Kilometer Yogyakarta ini memadukan arsitektur Cina-Jawa.
Nuansa Jawa terlihat pada bagian atap bangunan yang berwujud ukiran naga langit dengan kombinasi merah, kuning dan putih. Ukiran ini pula yang menujukkan khas klenteng Gondomanan.
Sementara arsitektur Cina tampak pada patung dewa, corak tulisan hingga gambar alam Cina. Selain menjadi tempat peribadahan umat Konghucu, pada ruang kedua klenteng ini terdapat Vihara Buddha Prabha yang digunakan umat Buddha dan ruang ketiga bagi agama Tao untuk sembahyang.
Selain itu, delapan tiang sejajar yakni Tiang Kayu atau Saka Guru yang menopang klenteng bermakna bangunan ini mendapat perlindungan dari delapan dewa.
Kendati tergolong klenteng tua, namun bangunannya masih terjaga kelestariannya. Banyak pengunjung baik domestik maupun mancanegara yang mendatangi klenteng ini. Mereka akan disambut Dewa Amurwa Bumi atau tuan rumah yang bisa ditemui di altar utama.
Kemudian, pada tahun 1999 klenteng ini ditetapkan sebagai tempat ibadah bersama 10 bangunan cagar budaya lainnya oleh Pemerintah Kota Yogyakarta.
Saat momen tahun baru Imlek, klenteng ini juga kerap mengadakan sembahyang dan kegiatan lain seperti pertunjukkan barongsai. (riz/hdl)