Jakarta (pilar.id) – Seorang saksi Tragedi Kanjuruhan berinisial K pada Senin (3/10/2022) dijemput secara paksa oleh polisi dari tempat tinggalnya di mes. Polisi kemudian melakukan pemeriksaan terhadap K terkait dengan tragedi yang menewaskan lebih dari 182 orang tersebut.
Selain itu, polisi diketahui juga menyita handphone K kemudian menghapus video kepanikan Aremania saat polisi menembakkan gas air mata ke tribun. Video yang sempat diunggak ke akun TikTok milik K, kemudian dihapus dari HP tersebut.
Tak berhenti di sana, polisi diketahui juga menonaktifkan akun TikTok milik K. Tindakan penghapusan video dan penonaktifan media sosial milik K tersebut dinilai oleh Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) sebagai tindakan berlebihan.
LPSK pun menyayangkan sikap aparat kepolisian yang dinilai tak menghargai hak asasi manusia (HAM) milik saksi.
“LPSK menilai penghapusan video itu berlebihan,” kata Wakil Ketua LPSK Edwin Partogi Pasaribu kepada wartawan di Jakarta, Jumat.
Edwin mengatakan saksi berinisial K tersebut dijemput polisi di mes atau tempat tinggal nya pada Senin (3/10). Ia diperiksa usai mengunggah video kepanikan massa di Stadion Kanjuruhan pada Minggu siang (2/10/2022). K diperiksa polisi sejak pukul 16.00 WIB hingga 18.00 WIB dan selanjutnya diperbolehkan pulang.
“HP miliknya dipinjam, videonya di transmisi dan video yang di HP dihapus oleh pihak polisi,” ucap Edwin.
Penghapusan video sebagai barang bukti tragedi Kanjuruhan, dinilai LPSK sebagai perbuatan yang berlebihan. Aparat kepolisian diingatkan agar lebih memperhatikan soal hak asasi manusia (HAM).
“LPSK menilai menghapus dan menonaktifkan Tik Tok K berlebihan,” ujar Kepala Operasional Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) periode 2000-2010 tersebut.
Seharusnya, kata dia, cara-cara seperti itu tidak dilakukan oleh penyidik atau anggota polisi dalam memeriksa saksi. Polisi harus memperhatikan hukum acara pidana serta nilai-nilai HAM. Sebab, pada dasarnya, perlakuan hukum pada semua orang sama.
“LPSK melihat ini tidak profesional atau kurang profesional,” ujarnya.
Terkait informasi yang beredar bahwa K dijemput polisi atau anggota intel di stasiun saat hendak menuju Jakarta untuk memenuhi undangan wawancara, Edwin membantah kabar tersebut.
“Tidak benar, karena dia baru dihubungi sama Narasi hari Rabu tanggal 5. Sementara, ia diperiksa polisi Senin (3/10/2022) 2022,” jelas dia.
Saat ini yang bersangkutan sedang dalam proses pengajuan perlindungan ke LPSK. Di satu sisi, lembaga yang dibentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban tersebut telah menerima 10 pengajuan perlindungan.
“Sudah ada 10 yang mengajukan permohonan ke LPSK. Ada saksi dan ada korban,” ujarnya. (fat)