Jakarta (pilar.id) – Perusahaan teknologi global, Wise, telah mengungkapkan bahwa masyarakat Indonesia telah mengeluarkan sekitar Rp15,09 triliun pada tahun 2022 untuk biaya terkait transaksi mata uang asing. Dalam jumlah ini, sekitar Rp6,83 triliun merupakan biaya tersembunyi dalam bentuk markup nilai tukar, pembayaran, dan penggunaan kartu kredit. Sementara sisanya, sekitar Rp8,26 triliun, merupakan biaya transaksi. Hasil riset ini diperoleh dari penelitian independen yang dilakukan oleh Capital Economics pada bulan Juli 2023.
Di kalangan masyarakat Indonesia yang sering melakukan transfer uang ke luar negeri, terdapat dua biaya utama yang umumnya diketahui, yaitu biaya transaksi dan biaya nilai tukar. Namun, masih banyak yang tidak menyadari adanya biaya tersembunyi. Saat ini, biaya rata-rata untuk transfer uang antar negara mencapai 6,3 persen, yang berarti transfer uang sebesar 1.000 Dollar AS atau sekitar Rp 15 juta ke Indonesia dikenai biaya sekitar 63 Dollar AS atau sekitar Rp 1 juta.
Yang membuat situasi semakin rumit adalah bahwa biaya upfront fee yang umumnya diumumkan oleh penyedia jasa sering kali berbeda dengan biaya yang sebenarnya dibebankan kepada pengguna. Mereka cenderung tidak menggunakan nilai tukar yang sebenarnya dan tidak mengungkapkan markup yang ditambahkan pada nilai tukar. Akibatnya, konsumen sering kali tidak menyadari bahwa mereka dikenai biaya tambahan yang signifikan.
Masalah biaya tersembunyi ini menjadi topik hangat di media sosial, terutama setelah Ayudia Chaerani (@ayudiac), yang juga dikenal sebagai Ayudia Bing Slamet, seorang aktris, penulis, dan musisi Indonesia, berbagi pengalamannya saat melakukan transfer uang ke luar negeri melalui platform media sosial.
“Ketika saya mengirim uang ke luar negeri untuk teman atau keluarga, saya memang tahu ada biaya, tetapi ketika uang sampai, ternyata ada potongan lagi. Kalau dari awal saya tahu seperti ini, saya pasti akan mencari cara lain untuk melakukan transfer,” ujarnya di akun Twitter @ayudiac.
Pengalaman Ayudia tidaklah unik, mengingat semakin banyak orang dan bisnis yang menjalani kehidupan internasional, meningkatkan kebutuhan untuk melakukan transfer uang antar negara. Pada tahun 2022, lebih dari 50.000 pelajar Indonesia mengejar pendidikan di luar negeri, dan orang tua mereka seringkali menjadi konsumen yang aktif dalam melakukan transfer uang ke luar negeri. Menurut studi Wise, pada tahun 2022, mereka mengeluarkan total biaya sebesar Rp 4,03 triliun, termasuk Rp 2,70 triliun untuk biaya transaksi dan Rp 1,32 triliun untuk markup nilai tukar.
Karyawan Migran Indonesia (TKI) juga termasuk dalam kelompok masyarakat yang terdampak oleh biaya tersembunyi ini. Pada tahun 2022, negara-negara dengan jumlah TKI terbanyak seperti Arab Saudi (37,5 persen), Malaysia (25,2 persen), Uni Emirat Arab (7,5 persen), dan Singapura (4,1 persen), mencatatkan total biaya transfer sebesar Rp 7,61 triliun. Dari jumlah ini, sekitar Rp 4,76 triliun merupakan biaya transaksi dan Rp 2,84 triliun adalah markup nilai tukar.
Studi ini juga mengungkapkan bahwa wisatawan Indonesia menghabiskan total biaya sebesar Rp 3,45 triliun saat berbelanja di luar negeri, dengan sekitar Rp 2,66 triliun disimpan dalam bentuk markup nilai tukar yang tersembunyi.
Untuk mengatasi masalah biaya tersembunyi ini, Wise telah meluncurkan kampanye nasional dengan tagar #TransparanBarengWise. Tujuan kampanye ini adalah untuk meningkatkan kesadaran masyarakat mengenai biaya tersembunyi dan mendorong transparansi harga di seluruh industri. Meskipun ada kemajuan yang telah dicapai oleh penyedia jasa, masih ada ruang untuk perbaikan lebih lanjut.
Elian Ciptono, Country Manager Wise Indonesia, mengatakan, “Masyarakat Indonesia semakin mengejar layanan yang lebih baik, lebih cepat, dan dengan harga yang lebih terjangkau, seiring dengan perkembangan internet dan teknologi. Hasil survei kami menunjukkan penurunan yang signifikan dalam biaya layanan mata uang asing di Indonesia, dari Rp 21,47 triliun pada tahun 2018 menjadi Rp 15,09 triliun pada tahun 2022. Kami melihat ini sebagai evolusi dan tren di seluruh industri menuju transparansi yang lebih baik yang menguntungkan semua pihak.”
“Melalui kampanye ini, kami berharap untuk memberikan informasi dan edukasi kepada masyarakat mengenai pentingnya transparansi, yang sejalan dengan tujuan jangka panjang kami untuk membantu orang memindahkan dan mengelola uang dengan cara yang lebih cepat, ekonomis, dan transparan,” tambahnya.
Konsumen tetap disarankan untuk mencari penyedia jasa terbaik yang menawarkan nilai tukar dan biaya transaksi yang adil atau menggunakan platform pengiriman uang internasional seperti Wise. Wise menyediakan layanan pengiriman uang ke lebih dari 70 negara di seluruh dunia dengan nilai tukar pasar tengah yang dapat diakses melalui Google atau Reuters, tanpa markup nilai tukar.
Wise adalah perusahaan teknologi global yang telah memberikan cara terbaik untuk memindahkan uang ke seluruh dunia. Dengan Wise Account dan Wise Business, individu dan perusahaan dapat menyimpan lebih dari 40 mata uang, melakukan transfer uang antar negara, dan menghabiskan uang di luar negeri. Banyak perusahaan besar dan bank juga menggunakan teknologi Wise.
Didirikan oleh Kristo Käärmann dan Taavet Hinrikus, Wise diluncurkan pada tahun 2011 dengan nama awal TransferWise. Wise adalah salah satu perusahaan teknologi dengan pertumbuhan tercepat dan menguntungkan di dunia dan terdaftar di Bursa Efek London dengan kode saham WISE. Hingga saat ini, lebih dari 16 juta orang dan bisnis telah menggunakan layanan Wise. Pada tahun fiskal 2023, Wise memproses sekitar £105 triliun dalam transaksi lintas batas, menghemat sekitar £1,5 triliun bagi pelanggan. (riq/ted)