Jakarta (pilar.id) – Presiden Republik Indonesia, Joko Widodo (Jokowi), menekankan pentingnya kolaborasi dan langkah strategis dalam menghadapi dampak perubahan iklim yang semakin mengancam. Pernyataan ini disampaikan Presiden saat memberikan kuliah umum di Stanford University, San Francisco, Amerika Serikat, pada Rabu (15/11/2023) waktu setempat.
“Dalam menghadapi dampak perubahan iklim yang semakin mengancam saat ini, kolaborasi sangat penting dan langkah strategis konkret sangat dibutuhkan, tanpa itu tidak mungkin bagi kita untuk menjamin keberlanjutan dan satu-satunya bumi yang kita cintai,” ucap Presiden.
Presiden menjelaskan bahwa perubahan iklim dan transisi energi menjadi isu mendesak di tengah kondisi global yang tidak stabil. Oleh karena itu, Indonesia telah mengambil peran dan komitmen nyata dalam mengatasi tantangan ini.
“Untuk Indonesia, tidak perlu ragu dan tidak perlu dipertanyakan komitmen kami. Indonesia walks the talk, not talk the talk,” tambahnya.
Presiden mengumumkan bahwa Indonesia telah berhasil menurunkan emisi sebanyak 91,5 juta ton dan mengurangi laju deforestasi sebesar 104.000 hektare hingga tahun 2022. Selain itu, lebih lanjut disampaikan bahwa area hutan yang direhabilitasi mencapai 77.000 hektare, sementara hutan bakau direstorasi seluas 34.000 hektare dalam satu tahun.
Namun, Presiden Jokowi mengakui bahwa masih ada tantangan besar, khususnya dalam tansisi energi, terutama terkait transfer teknologi dan pendanaan.
“Inilah yang menjadi tantangan dan sering menyulitkan negara-negara berkembang. Oleh karena itu, Indonesia ingin memastikan bahwa transisi energi juga menghasilkan energi yang terjangkau oleh rakyat,” ungkap Presiden.
Presiden menilai bahwa pendanaan iklim untuk negara-negara berkembang seharusnya bersifat membangun, bukan hanya sebagai utang yang membebani.
“Sampai saat ini, pendanaan iklim masih seperti commercial banks. Padahal seharusnya lebih konstruktif, bukan dalam bentuk utang yang hanya akan menambah beban negara-negara miskin maupun negara-negara berkembang,” tegasnya.
Dalam kesempatan tersebut, Presiden Jokowi juga memaparkan upaya-upaya yang telah dilakukan oleh Indonesia dalam melakukan transisi energi. Salah satu contohnya adalah pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) terapung di Waduk Cirata, Jawa Barat, dengan kapasitas 192 megawatt.
“Ini terbesar di Asia Tenggara, pembangkit listrik tenaga surya yang kita miliki baru saja kita buka,” ungkapnya.
Presiden menyatakan bahwa Indonesia akan terus melakukan langkah-langkah berkelanjutan untuk menjaga lingkungan dan melanjutkan transisi energi. Contohnya adalah implementasi konsep kota pintar berbasis hutan di Ibu Kota Nusantara (IKN), yang akan menggunakan energi hijau dari matahari dan air.
“Kita telah memulai pembangunan Ibu Kota Nusantara dengan membangun nursery center, membangun botanical center yang dapat menghasilkan 15 juta bibit pohon per tahunnya. Bibit ini akan ditanam setiap tahunnya di Ibu Kota Nusantara dan Pulau Kalimantan,” tambahnya.
Presiden mengundang mahasiswa Stanford University untuk mengunjungi IKN dan melihat langsung proses pembangunan di sana.
“Mungkin di sana bisa melakukan riset kilat dan belajar tentang sisi keberlanjutan dalam membangun sebuah green city,” tuturnya. (hdl)