Jakarta (pilar.id) – Science Film Festival telah kembali hadir di Indonesia dalam edisi keempat belas, menjangkau siswa-siswi dari tingkat SD hingga SMA di 70 kabupaten dan kota dengan format hybrid mulai dari tanggal 21 Oktober hingga 30 November 2023.
Tahun ini, festival yang dipersembahkan oleh Goethe-Institut ini mengusung tema ‘Agenda Dekade Restorasi Ekosistem dari PBB’.
Para siswa akan diberikan pemahaman tentang pentingnya perlindungan dan pemulihan ekosistem melalui pemutaran film-film internasional yang dikombinasikan dengan serangkaian eksperimen sains yang menarik.
Science Film Festival di Indonesia akan memutar 18 film dari 12 negara berbeda, termasuk Afrika Selatan, Amerika Serikat, Argentina, Brazil, Chile, Indonesia, Inggris, Jerman, Kazakhstan, Kolombia, Tanzania, dan Thailand.
Film-film ini telah dipilih dengan cermat untuk memenuhi program Science Film Festival dan akan diputar secara bergantian di sekolah-sekolah di wilayah Jabodetabek, Blitar, Surabaya, Belitung Timur, dan Medan, lengkap dengan eksperimen sains yang mendidik.
Beberapa pusat sains di Jakarta, Bandung, Yogyakarta, dan Pontianak juga turut serta dalam menyelenggarakan pemutaran dan eksperimen sains secara tatap muka.
Pemutaran film dan demonstrasi eksperimen sains secara daring juga akan tersedia melalui platform Zoom untuk siswa-siswi di kota-kota di luar wilayah yang telah disebutkan di atas, termasuk Aceh, Arguni, Bintuni, Dolok Sanggul, Flores Timur, Jayapura, Kefamenanu, Pematang Siantar, Sidikalang, Sumbawa, Tobelo, Waikabubak, dan masih banyak lagi.
Pada tahun 2023, Science Film Festival menjadi mitra resmi untuk Agenda Dekade Restorasi Ekosistem dari Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Agenda ini mencakup periode dari tahun 2021 hingga 2030, yang juga merupakan tenggat waktu untuk mencapai Tujuan Pembangunan Berkelanjutan dan periode yang menjadi fokus ilmuwan sebagai jendela terakhir untuk mencegah dampak serius dari perubahan iklim.
Restorasi ekosistem berarti membantu memulihkan ekosistem yang telah rusak atau terancam, sekaligus menjaga kelestarian ekosistem yang masih utuh.
Dr. Stefan Dreyer, Direktur Goethe-Institut Wilayah Asia Tenggara, Australia, dan Selandia Baru, menyampaikan bahwa Science Film Festival berkomitmen untuk meningkatkan pemahaman tentang pentingnya ekosistem dalam pengelolaan sumber daya lahan, air, dan hayati secara terpadu. Selain itu, komitmen ini juga menyoroti perlunya mengatasi isu-isu seperti penggurunan, degradasi lahan, erosi, kekeringan, kehilangan keanekaragaman hayati, dan kelangkaan air.
“Isu-isu ini dianggap sebagai tantangan bagi lingkungan, ekonomi, dan masyarakat dalam konteks pembangunan berkelanjutan global. Dengan menyajikan film-film dari berbagai belahan dunia yang mengeksplorasi topik-topik ilmiah untuk penonton muda, kami berharap dapat memicu kreativitas dan semangat eksplorasi serta cinta terhadap sains pada generasi muda,” ujar Dr. Stefan Dreyer.
Festival tahun ini didukung oleh sejumlah mitra utama, termasuk Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi; Kedutaan Besar Republik Federal Jerman; inisiatif “Sekolah: Mitra menuju Masa Depan” (PASCH); Bildungskooperation Deutsch (BKD); Rolls Royce; Universitas Paramadina; Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya; Universitas Negeri Jakarta, dan PGRI. Selain itu, penyelenggaraan festival ini melibatkan lebih dari 300 mitra lokal, termasuk sekolah, institusi pendidikan, pusat sains, komunitas, dan mitra media.
Tatang Muttaqin, Staf Ahli Bidang Manajemen Talenta Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi, menegaskan bahwa tema Science Film Festival tahun ini bukan hanya mencerminkan panggilan untuk bertindak, tetapi juga mencerminkan tekad bersama untuk membangun masa depan yang berkelanjutan dan lestari bagi generasi mendatang.
“Bagi generasi muda, memiliki pengetahuan dan pemahaman dalam bidang sains adalah hal yang sangat penting dalam menjaga keberlanjutan lingkungan kita. Kami berharap acara ini tidak hanya akan memberikan tontonan film berkualitas yang menginspirasi imajinasi terkait sains, tetapi juga akan membuka pikiran mereka tentang betapa menyenangkannya dunia sains,” ungkap Tatang Muttaqin.
Ina Lepel, Duta Besar Republik Federal Jerman untuk Indonesia, ASEAN, dan Timor Leste, menyatakan, “Melalui sains, kita dapat lebih memahami pentingnya ekosistem yang sehat bagi kehidupan manusia, upaya mengatasi perubahan iklim, dan pelestarian keanekaragaman hayati. Tidak diragukan lagi, kemajuan dalam ilmu pengetahuan akan memainkan peran yang sangat penting dalam menemukan solusi bagi tantangan-tantangan yang kita hadapi.”
Pembukaan Science Film Festival 2023, yang berlangsung di Plaza Insan Berprestasi, Kantor Kemendikbudristek, Jakarta, telah dihadiri oleh lebih dari 200 pelajar. Mereka menyaksikan film animasi Indonesia berjudul “Sang Penerang Desa,” yang menceritakan pengalaman seorang anak bernama Puni yang tinggal di desa dan menemukan inspirasi untuk membawa perubahan di desa-desa Indonesia dengan membangun pembangkit listrik tenaga mikro-hidro. Selain itu, para siswa juga menonton “Checker Tobi: The Waste Check,” sebuah film asal Jerman yang mengajak penonton untuk melihat bagaimana sampah kemasan plastik dapat diolah menjadi sesuatu yang baru.
Setelah menyaksikan kedua film tersebut, sejumlah siswa berpartisipasi dalam eksperimen sains yang diberi nama “Gas Karbondioksida.” Para siswa diberi tantangan untuk meniup balon dan memadamkan api dengan menggunakan gas karbondioksida, hanya dengan menggunakan asam cuka dan baking soda.
Sejak pertama kali diperkenalkan di Thailand pada tahun 2005, Science Film Festival telah secara konsisten mempromosikan literasi sains di kalangan pemuda di berbagai wilayah seperti Asia Tenggara, Asia Selatan, Afrika, Amerika Latin, dan Timur Tengah melalui komunikasi berbasis pengetahuan yang menghibur.
Science Film Festival pertama kali diperkenalkan dan diadakan di Indonesia pada tahun 2010 seiring dengan upaya perluasan regional festival.
Selama beberapa tahun terakhir, festival ini telah tumbuh menjadi salah satu festival terbesar di dunia dalam kategorinya, dengan lebih dari 700 ribu penonton di lebih dari 20 negara selama edisi tahun 2022, termasuk 66.533 penonton di Indonesia. Festival tahun ini diselenggarakan secara internasional di 21 negara sejak 1 Oktober hingga 20 Desember. (ret/ted)