Surabaya (pilar.id) – Sekelompok peneliti dari Universitas Airlangga (Unair) Surabaya, dua tahun lalu telah berhasil menciptakan AIRFEEL. Sebuah alat yang diciptakan untuk memantau perkembangan kondisi cuaca dan kualitas udara di suatu daerah tertentu.
Airfeel merupakan perangkat monitoring cuaca dan kualitas udara berbasis internet of things (IoT). Airfeel, diciptakan pada tahun 2020 bermula dari penelitian sekelompok dosen muda Fakultas Teknologi Maju dan Multidisiplin (FTMM) Unair.
Setahun setelahnya, pada 2021, Airfeel kemudian mendapatkan hak paten atai HAKI (Hak Kekayaan Intelektual).
Kemampuan Airfeel untuk bisa mendeteksi dan mengukur kondisi cuaca menurut Prisma Megantoro selaku ketua tim peneliti, tidak lepas dari adanya berbagai sensor yang dipasang di Airfeel.
“AIRFEEL ini bisa digunakan untuk mengukur suhu, kelembaban udara, tekanan udara, kecepatan angin dan curah hujan. Alat ini dilengkapi tujuh sensor udara yang digunakan untuk mengukur polusi, seperti ozon, CO2, CO, hidrogen, metana, dan yang lainnya,” ungkap Prisma, Sabtu (21/1/2023).
Lebih lanjut, ia menyebut, bila AIRFEEL juga dilengkapi dengan stasiun lapangan atau field station yang terdiri dari sensor-sensor dan kontroler yang hasil pengukurannya akan diunggah ke internet server serta base station untuk disimpan.
Adapun, proses penelitian penciptaan alat tersebut tidaklah mudah. Perlu empat seri, sebelum mengalami perkembangan seperti saat ini.
“Penelitian ini berawal di tahun 2020, yang digawangi oleh kami, para dosen pemula dan diketuai oleh saya sendiri,” cerita Prisma.
Berangkat dari seri pertama, kemudian dikembangkan menjadi seri kedua dengan fungsi dan kegunaan yang lebih luas, yang diikuti dengan pendirian research center di FTMM UNAIR yang salah satunya berfokus pada visibility pembangkit listrik dengan energi terbarukan di Indonesia.
Lalu di tahun 2022, seri ketiga mulai dikembangkan. Dalam pengembangan itu, AIRFEEL mengalami penambahan sensor untuk mengukur O2, CO2, dan CO dan sukses digunakan dalam kegiatan pengabdian masyarakat ACHD UNAIR di Sumenep, Madura.
“Versi keempat akan dikembangkan lagi secara lebih luas. Nantinya akan dilengkapi dengan versi android dan versi hardware,” kata Prisma.
Tak hanya itu, lebih rinci Prima juga menjelaskan mengenai manfaat dan kegunaan alat tersebut, yaitu untuk mengetahui kondisi cuaca serta kualitas udara, yang sangat penting dalam antisipasi kemungkinan terburuk dari fenomena alam yang terjadi.
“Apalagi dengan semakin tidak menentunya kondisi cuaca serta kualitas udara, khususnya di Surabaya, maka AIRFEEL menjadi perangkat yang dibutuhkan,” jelasnya.
Maka dari itu, secara luas, Prisma menyebut, jika AIRFEEL dapat digunakan baik oleh akademisi, mahasiswa, masyarakat, maupun industri untuk mengukur kondisi cuaca dan kualitas udara di berbagai lokasi dan dalam berbagai kondisi.
“Jadi, manfaatnya banyak sekali. Di bidang keilmuan, AIRFEEL dapat digunakan di bidang ilmu instrumentasi, lingkungan, kesehatan, maupun bidang lainnya, serta bisa digunakan untuk mengukur potensi energi angin dan energi surya,” papar Prisma.
Adapun ke depan, Prisma berharap, bila pengembangan AIRFEEL dapat terus dilanjutkan dengan berbagai penambahan inovasi dan sistem yang lebih canggih.
Selain itu, ia juga berharap, bila AIRFEEL bisa menarik minat industri serta dapat bermanfaat bagi kehidupan masyarakat secara luas.
“Saya harap, produk ini bisa menarik minat industri dan dapat digunakan sebagai alat-alat pendukung, serta bisa digunakan secara meluas di masyarakat,” pungkasnya. (jel/fat)