Surabaya (pilar.id) – Isu tambang ilegal jadi perhatian Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa, khususnya terkait dampak lingkungan, hingga pajak yang tidak dapat dipantau.
Ia juga mengajak semua pihak untuk melakukan edukasi, evaluasi, hingga pencabutan izin bagi pertambangan ilegal.
“Upaya pencegahan dan pemberantasan Penambangan Tanpa Izin atau PETI menjadi tanggung jawab kita bersama,” ingat Khofifah saat berbicara dalam Focus Group Discussion (FGD) bertema ‘Dinamika Pertambangan di Jawa Timur : Legalitas, Masalah Sosial Ekonomi, dan Penegakkan Hukum’ di Hotel Wyndham Surabaya, Selasa (24/1/2023).
Ditegaskan pula, ia mengajak seluruh stakeholder terkait pertambangan melakukan langkah-langkah strategis agar Jawa Timur semakin baik dalam Pengelolaan Kegiatan Pertambangan, jaga lingkungan, hingga kesejahteraan masyarakat.
Peraih penghargaan inovasi Ekonomi Berbasis Pesantren (Ekotren) dalam ajang Top Inovasi Pelayanan Publik Terpuji yang diselenggarakan oleh Kemenpan-RB itu juga mengatakan, Jawa Timur sejatinya memiliki potensi sumber daya alam yang sangat besar.
Seperti mineral logam maupun non logam dan batuan, emas, tembaga, batu gamping, semen dolomit untuk pembuatan pupuk, bahkan yodium.
“Sejak terbitnya Peraturan Presiden No 55 tahun 2022, pemerintah provinsi mendapatk pendelegasian pemberian perizinan berusaha di bidang pertambangan mineral dan batubara, tepatnya tertanggal 11 April 2022,” jelasnya.
Kewenangan yang didelegasikan, lanjut Khofifah, adalah pemberian sertifikat standard dan izin, serta pembinaan dan pengawasan atas pelaksanaan perizinan berusaha yang didelegasikan.
Dijelaskan Khofifah, pemberian izin yang didelegasikan itu terdiri atas Izin Usaha Pertambangan (IUP), Surat Izin Penambangan Batuan (SIPB), Izin Pertambangan Rakyat (IPR), Izin Pengangkutan dan Penjualan (IPP) golongan mineral bukan logam, mineral bukan logam jenis tertentu, dan batuan.
“Serta IUP untuk Penjualan mineral bukan logam, mineral bukan logam jenis tertentu, dan batuan,” imbuhnya.
Selain itu pemerintah pusat juga mendelegasikan kewenangan pemberian dan penetapan Wilayah Izin Usaha Pertambangan (WIUP) mineral bukan logam, mineral bukan logam jenis tertentu, dan batuan.
“Pada tanggal 8 Agustus 2022 yang lalu telah dilaksanakan Serah Terima Perizinan dan Non Perizinan terkait Mineral bukan logam dan batuan antara Pemerintah Pusat ke Pemprov,” kata Khofifah lagi.
Detailnya, dokumen serah terima Perizinan dan Non Perizinan antara lain 407 IUP mineral bukan logam dan batuan dan 10 SIPB. Sehingga IUP Aktif di Jawa Timur adalah 823 dengan rincian 346 IUP Tahap Operasi Produksi dan 477 IUP Tahap Eksplorasi.
“Dengan jumlah IUP aktif sebanyak 823 tersebut, perlu adanya kerjasama antara Pemprov Jatim dan Inspektur Tambang dalam Pembinaan dan Pengawasan terkait teknis dan lingkungan, serta dengan seluruh bupati dan walikota dalam hal pemungutan pajak mineral bukan logam dan batuan,” tandasnya.
Dalam hal ini, Pemprov Jatim telah menerbitkan Keputusan Gubernur Nomor 188/392/KPTS/013/2019 tentang Penetapan Harga Patokan Mineral Bukan Logam dan Batuan (MBLB) di Jawa Timur sebagai dasar perhitungan pemungutan pajak MBLB.
Lebih lanjut, politisi peraih gelar S2 Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia ini menegaskan, pertambangan di Jatim harus memiliki izin yang legal dan lengkap.
Pertambangan tanpa izin, kata dia, mesti ditindak tegas karena selain mengambil sumber kekayaan negara juga mengakibatkan kerusakan lingkungan, infrastruktur, dan pajak yang tidak dapat dipantau.
“Oleh sebab itu upaya pencegahan dan pemberantasan pertambangan tanpa izin harus kita sikapi dengan tegas. Dan saya mengingatkan agar dalam melakukan ekploitasi hasil bumi khususnya pertambangan mineral bukan logam dan batubara, hendaknya berprinsip menjaga alam yang dalam penerapannya sangat luas,” terangnya.
Untuk itu, Khofifah mengaku memberikan apresiasi terhadap aparat penegak hukum di Jawa Timur, yang hingga saat ini dinilai terus berupaya memaksimalkan penertiban kegiatan pertambangan. (jel/hdl)