Jakarta (pilar.id) – Sengketa lahan yang digugat anggota Provos Polsek Jatinegara Bripka Madih berbuntut panjang. Kini, ia malah diadukan perwakilan warga RT 4 RW 3 Kelurahan Jatiwarna, Bekasi, Jawa Barat karena mematok tanah-tanah warga tanpa izin.
Seorang perwakilan warga itu menceritakan, pada 31 Januari 2023, sekira pukul 14.00 WIB Bripka Madih membawa rombongan yang terdiri dari 10 orang. Mereka bukan bagian dari warga RT 4 RW 3 Kelurahan Jatiwarna.
“Kemudian memasang patok di depan rumah warga kami. Patoknya 1 tapi bannernya ada 2,” kata seorang perwakilan warga, di Jakarta, Minggu (5/1/2023).
Kemudian, di depan rumah seorang warga bernama Soraya, Bripka Madih juga mendirikan pos jaga. Pos tersebut dijaga oleh beberapa orang sampai pukul 04.00 WIB. “Itu bisa dilihat dari CCTV,” kata dia.
Perwakilan warga tersebut mengungkapkan, warganya mengaku resah dan tidak tahan lagi dengan perbuatan Madih. Pasalnya, mereka mengaku tidak pernah terlibat dalam kasus sengketa tanah. Terlebih, pematokan tersebut tidak ada keputusan pengadilan yang menyatakan tanah tersebut milik Madih. Sementara, mereka sudah menyerahkan semua bukti-bukti kepemilikan untuk mengikuti proses Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL).
“Nah warga kami merasa terganggu, karena selama proses PTSL di wilayah kami, khusus di RT 4 RW 3 yang menurut Bapak Madih belum pernah dijual dengan Girik 191, warga kami akhirnya tidak bisa mengikuti PTSL untuk yang 8 orang ini,” kata dia.
Warga juga merasa ketakutan dan bingung mau melaporkan ke mana. Karena, Bripka Madih merupakan seorang anggota polisi aktif. “Dihormati, tapi warga kami tetap merasa terganggu secara psikis. Belum lagi ada anak-anak,” kata dia.
Aduan warga tersebut diperkuat dengan pernyataan Dirkrimum Polda Metro Jaya Kombes Hengki Haryadi yang mengungkapkan, ada warga yang komplain buntut sengketa lahan yang digugat anggota Provos Polsek Jatinegara, Bripka Madih. Warga protes lantaran pihak Bripka Madih memasang patok di depan rumah.
“Ada warga yang mengkomplain, karena tanah-tanahnya dipatok-patoki Bripka Madih dan kelompok massa di depan rumahnya, ini bukan perumahan ya, (tapi) warga,” kata Hengki.
Hengki mengatakan, selain memasang patok, pihak Bripka Madih juga membangun pos jaga. Pemasangan patok tersebut dengan maksud bahwa tanah-tanah Madih seluas 3.600 m2 masih menjadi haknya dan tidak pernah diperjualbelikan.
“Pak Madih merasa ini masih tanahnya beliau, tapi di satu pihak warga ini ternyata mereka juga ada paguyubannya juga ini dari korban-korban yang dipatok,” kata Hengki. (ach/hdl)