Nganjuk (pilar.id) – Jarum jam masih menunjukkan pukul satu siang. Cuaca mendung, diiringi hujan yang datang rintik-rintik. Namun, itu semua tidak membuat puluhan orang yang sudah berkumpul di depan rumah yang menghadap ke selatan itu pergi.
Mereka adalah tetangga si empunya rumah yang hendak menggelar ritual Thedak Siten. Padahal ketika itu, Si anak yang akan diselamati masih tidur. Dan acara baru akan dimulai pukul 3 sore.
Khai Haq, Senin (7/2/2022) sore ini akan menjadi ‘lakon’. Ia kini berusia pitung lapan dan dalam masa mudun lemah. Ia adalah putra kedua dari pasangan Lilik Nurwati, 32 tahun dan Mukti Ali, 36 tahun. Pasangan muda ini sedang memiliki hajat untuk mitoni, atau piton-piton atau Thedak Siten dalam tradisi masyrakat sekitar.
Di lingkungan mereka di Desa Gemenggeng, Kecamatan Pace, Kabupaten Nganjuk, setiap anak yang sudah mencapai usia pitung lapan atau 245 hari, maka orang tuanya akan menggelar ritual Tedhak Siten atau piton-piton.
Ritual ini dimulai dengan si anak diberikan mahkota dari janur dan rangkaian bunga. Setelah itu, si anak akan digendong oleh ibu dan berdiri bersama si ayah di bawah payung. Si anak kemudian diajak melakukan sungkeman. Ia diajari untuk sungkem ke ayahnya.
Setelah sungkeman, anak kemudian diajak untuk menaiki tangga yang dibuat dari rangkaian tebu. Pemilihan tebu sebagai bahan untuk tangga ini juga memiliki alasan sendiri.
Ia diambil dari filosofi tebu yang diartikan sebagai anteping kalbu. Artinya, si anak agar nanti ketika dewasa bisa yakin dan memiliki ketetapan hati dan pilihan menapaki tangga kehidupan.
Setelah diajak menaiki tangga satu demi satu hingga anak tangga paling atas. Si anak kemudian dimasukkan ke dalam kandang ayam dalam posisi tengkurap. Di sana, sudah disediakan banyak mainan yang nanti akan dipilih oleh si anak.
Mainan yang diambil oleh si anak nantinya akan dianggap sebagai prakiraan profesi yang ingin atau akan dijalani oleh si anak. Dalam kasus Khai Haq, ia tadi mengambil mainan tank dan diramalkan akan menjadi tentara.
Setelah semua prosesi tersebut, pihak keluarga kemudian akan menyebarkan uang receh sebagai bentuk sedekah. Acara sebar uang ini merupakan acara inti dari rangkaian tradisi Thedak Siten. Para warga yang ada di depan rumah nantinya akan berebut mendapatkan uang receh yang dibagikan oleh pemilik hajat.
“Tahun ini, kami menyiapkan uang receh kisaran Rp3,1 juta. Kalau untuk anak pertama kami dulu, Si Zama, kami keluar Rp1,5 juta,” jelas Mukti Ali usai prosesi Piton-piton di rumahnya. (fat/hdl)