Denpasar (pilar.id) – Melihat potensi pertanian di Bali, generasi muda Pulau Dewata harusnya tidak perlu malu untuk menerjuni dunia pertanian.
Dikatakan anggota Dewan Perwakilan Daerah Made Mangku Pastika, saat pandemi Covid-19 melumpuhkan ekonomi daerah, sektor pertanian terbukti mampu jadi solusi di tengah pandemi.
“Saya ingin generasi muda Bali dapat mengambil kesempatan di sektor pertanian ini, karena kalau didiamkan, maka justru akan datang orang lain yang mengambil kesempatan,” katanya dalam sebuah acara di Agro Learning Center Denpasar, Sabtu (7/5/2022).
Kenyataan yang ada, sebelum pandemi, banyak anak muda Bali memilih sektor pariwisata dibandingkan jadi petani. Namun, kata Pastika, kondisinya sudah jauh berubah.
Meski pandemi mereda, kenyataannya, “Bali masih lama pulihnya dengan okupansi hotel yang rata-rata 20 persen sebelum musim liburan. Pariwisata memang akan hidup, tetapi tidak bisa pulih dengan cepat dan perlu modal besar untuk membangkitkan hotel-hotel yang sudah tutup dua tahun”.
Dunia pertanian diakui jadi alternatif untuk bisa bertahan secara ekonomi karena tentu semua akan tetap membutuhkan pangan.
“Paling tidak, dengan serius mengurusi pertanian, terutama untuk kebutuhan makan sendiri terlebih dahulu, baru kalau ada lebihnya dijual,” tegasnya.
Mantan Gubernur Bali dua periode itu pun mengingatkan jangan selalu larut dalam pujian bahwa kita memiliki sumber daya alam yang kaya raya sehingga kita lantas menjadi malas untuk berusaha.
“Padahal kenyataannya banyak komoditas pertanian yang masih diimpor, mulai dari beras, kedelai, cabai, bawang putih dan sebagainya. Bahkan, meskipun kita negara kepulauan dengan lautan yang luas, juga masih mengimpor garam,” katanya.
Belum lagi persoalan minyak goreng yang mahal, meskipun kata Pastika, Indonesia merupakan penghasil kelapa sawit terbesar.
Pastika juga mengajak generasi muda jangan khawatir keterbatasan lahan untuk mengembangkan pertanian karena sebenarnya masih banyak lahan kosong yang belum tergarap. Di samping itu juga bisa dikembangkan pertanian dengan model urban farming (pertanian kawasan perkotaan).
“Di samping itu, kini sudah ada pertanian dengan mengadopsi teknologi sehingga menjadi petani tidak lagi identik dengan kotor dan berpanas-panasan,” katanya.
Sementara itu, Mades, salah satu praktisi urban farming di Bali menambahkan, dengan pertanian di kawasan perkotaan (urban farming) akan mendukung terwujudnya ketahanan pangan. “Di samping itu, nutrisi pangan juga bisa dijaga dengan berbagai variasi penanaman dalam urban farming seperti tabulampot, vertikal garden, hidroponik, dan rooftop,” ucapnya. (ret/hdl/ant)