Jakarta (pilar.id) – Kemenag menghormati putusan Mahkamah Agung (MA) terkait vonis yang diberikan kepada pemerkosa 13 santri, Herry Wirawan.
Diketahui, MA telah menolak permohonan kasasi Herry Wirawan dan tetap dijatuhi hukuman mati sesuai dengan putusan majelis hakim Pengadilan Tinggi Bandung, Jawa Barat.
Direktur Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren, Waryono Abdul Ghafur berharap putusan ini bisa memberi efek jera terhadap pelaku.
“Semoga penegakan hukum atas pelaku kejahatan kemanusiaan. Termasuk tindak asusila di lembaga pendidikan, ini bisa memberikan efek jera,” kata Waryono, Rabu (4/1/2023) dikutip dari laman resmi Kemenag.
Dia berharap tidak akan ada lagi kejahatan serupa dan menjadi pelajaran berharga untuk semuanya.
“Hukuman untuk Heyry Wirawan semoga menjadi pelajaran berharga. Sehingga kejadian yang sejenis tidak terulang,” ujarnya.
Waryono menilai, hukuman yang dijatuhkan pada tingkat kasasi di MA sebagai sebuah ketegasan penegak hukum.
“Ini bentuk ketegasan hakim. Ini juga mengingatkan kepada setiap kita agar tidak berbuat seperti itu,” ucapnya.
Waryono mengatakan kasus Herry terjadi sebelum terbitnya Peraturan Menteri Agama No 73 tahun 2022. Peraturan tersebut tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Satuan Pendidikan pada Kementerian Agama.
Saat ini, Kemenag sudah mempunyai regulasi yang mengatur upaya pencegahan dan penanganan kekerasan seksual di lembaga pendidikan.
Pihaknya berharap regulasi ini akan menekan potensi tindak kekerasan seksual di lembaga pendidikan.
“SOP atas regulasi ini sudah hampir jadi. Kami berharap penerapan regulasi ini akan bisa menekan terjadinya potensi tindak kekerasan seksual di lembaga pendidikan,” harapnya.
“Ini akan kami sosialisasikan agar lembaga pendidikan dapat memberikan pemahaman kepada stakeholdernya bahwa kejahatan seksual adalah kejahatan kemanusiaan,” tandasnya. (ade)