Surabaya (pilar.id) – Masa pandemi Covid-19 yang melanda dunia membawa berbagai tantangan, terutama dalam bidang kesehatan publik. Dr. Maria Cellina Wijaya, alumnus Fakultas Kedokteran (FK) Universitas Airlangga (UNAIR) yang saat ini tengah menempuh studi di Harvard University, membagikan pengalaman menariknya dalam dunia kedokteran.
Cerita inspiratif dr. Cellina diulas dalam sesi live Instagram @univ_airlangga pada Jumat (19/1/2024) lalu.
“Konotasi anak FK itu kan yang belajar terus, ya emang bener sih. Karena, kalo nggak ya, ga bisa survive gitu. Tapi, teman-temanku juga mengalami hal yang sama. Jadi, aku dan teman-temanku jadi punya ikatan yang kuat,” ungkap mahasiswa S2 kesehatan publik itu.
Dr. Cellina merasa beruntung dapat masuk ke fakultas kedokteran tanpa melalui ujian, hanya dengan melihat nilai rapor. Keberuntungan tersebut tidak ia sia-siakan selama studi di UNAIR.
Meskipun berasal dari Kabupaten Jember, dr. Cellina menghadapi lingkungan kampus yang kompetitif, terutama di fakultas kedokteran. Ia tidak hanya fokus pada perkuliahan, namun juga aktif dalam kegiatan di luar kelas.
Bergabung dengan CIMSA (Center for Indonesian Medical Student Activities) membawanya terlibat dalam workshop di berbagai negara, termasuk Taiwan.
“Aku sebenarnya suka banget olahraga. Jadi, dulu bikin komunitas running gitu namanya FKRUNNER,” tambahnya.
Mata kuliah ilmu kesehatan masyarakat menjadi momen berkesan bagi mahasiswa Harvard ini. Mahasiswa kedokteran ditempatkan di daerah untuk mengaplikasikan ilmu yang dipelajari dalam perkuliahan. Melalui pengalamannya di puskesmas di Mojokerto, dr. Cellina mulai menyadari pentingnya kesehatan masyarakat, terutama dalam penanganan pandemi seperti Covid-19.
Tidak pernah terpikir oleh dr. Celline bahwa ia akan melanjutkan studi di Amerika Serikat. Namun, dampak buruk penanganan Covid-19 mendorongnya untuk mendalami public health.
Harvard muncul sebagai pilihan utama dalam pencarian universitas yang menyediakan program studi tersebut. Dengan tekad kuat, dr. Celline mendaftar dan berhasil menjadi mahasiswa S2 tahun kedua di Harvard University.
“Saat aku praktik di puskesmas di Mojokerto, dan seperti yang kita tahu awal-awal Covid-19 kan buruk banget penanganannya. Hal itu membuatku termotivasi untuk mendalami public health, mungkin itu yang dibutuhkan oleh Indonesia sekarang,” jelasnya.
Dr. Cellina juga berbagi pengalaman mengenai pendaftaran beasiswa LPDP setelah diterima di Harvard. Menurutnya, esai menjadi hal terpenting dalam mendapatkan beasiswa, di mana kandidat harus menjelaskan tujuan, relevansi bagi Indonesia, hingga personal statement untuk meyakinkan bahwa dirinya layak mendapatkan beasiswa tersebut. Tips wawancara juga menjadi poin penting yang ia bagikan.
“Kita harus benar-benar tahu apa yang dicari oleh universitas itu. Apa yang mereka inginkan, kandidat seperti apa yang mereka mau,” tutupnya. (ilp/hdl)