Surabaya (pilar.id) – Berkolaborasi dengan Fakultas Perikanan dan Kelautan (FPK) Universitas Airlangga, PT Ajinomoto Indonesia berhasil menemukan formulasi untuk memanfaatkan sisa proses pembuatan Monosodium Glutamat (MSG) jadi produk-produk samping, salah satunya yaitu Fermented Mother Liquor (FML).
“Kolaborasi dengan Ajinomoto ini sangat mengacu pada eco activity dan bio cycle. Melalui inovasi ini memberikan dampak yang positif pada lingkungan sekaligus mendukung budidaya perikanan berkelanjutan di Indonesia,” jelas Dekan FPK Unair Prof Ir Mochammad Amin Alamsjah Msi PhD, saat memberikan sambutan dalam webinar Pemanfaatan FML sebagai Bahan Aditif pakan Ikan, Senin (22/8/2022) lalu.
Dijelaskan, kegiatan kolaboratif ini melibatkan tim peneliti yang terdiri dari Ir Agustono Mkes, Dr Eng Sapto Andriyono Spi MT, dan Muhammad Amin Spi MSc Phd.
FML pada bidang perikanan, lanjutnya, bisa bermanfaat sebagai produk alternatif tambahan nutrisi pakan pada ikan. FML yang dimaksud merupakan produk bahan baku yang mengandung protein tinggi, dengan warna coklat kehitaman dan memiliki aroma khas yang dapat merangsang organ pencernaan, baik hewan ternak sapi, unggas dan ikan.
“Selain mempunyai kandungan utama protein, FML juga mengandung 3-5 persen asam amino dan mineral yang berkualitas tinggi,’’ jelas Sapto, salah satu anggota tim ini.
Ia menambahkan, penambahan FML juga mampu meningkatkan pertumbuhan, meningkatkan efisiensi pakan, menurunkan Feed Conversion Ratio (FCR) pakan, meningkatkan kandungan gizi pada ikan serta menekan biaya produksi pakan. “Perlakuan paling maksimal yakni penambahan FML 4 persen,” tandasnya.
Sementara dalam proses penelitiannya, terdapat tiga perlakuan ikan, yakni ikan komet, gurame dan nila. Pada pemeliharaan ikan nila menunjukkan bahwa penambahan FML 4 persen memberikan respon pertumbuhan lebih baik dengan pertumbuhan berat 3,1274 gram per minggu dan pertumbuhan panjang 0,9481 centimeter per minggu.
“Meskipun FML tergolong limbah tapi nutrisinya masih bagus, sehingga kalau dari segi bahan aditif dapat dikatakan masih baik,” ucap Sapto yang juga tercatat sebagai Wakil Dekan 3 FPK Unair ini.
Selain berat dan panjang, FCR ikan nila menunjukkan nilai 1.4941 yang memiliki nilai paling rendah diantara perlakuan lainnya. Sebagai informasi, semakin rendah nilai FCR maka artinya semakin bagus kualitas pakannya.
Kelulusan hidupan ikan nila atau Survival Rate (SR) selama pemeliharaan juga paling tinggi yaitu 83,33 persen. Sapto menegaskan, dengan nilai SR lebih dari 70 persen itu artinya masih dalam kondisi aman.
Kematiannya-pun bukan karena faktor pakan tetapi faktor kualitas air. Lantaran ikan nilanya diambil dari hatchery di dekat air Pegunungan Pandaan, sementara pembesarannya menggunakan air PDAM di kampus FPK Unair .
Selanjutnya, dalam kurun waktu dua bulan penambahan FML 4 persen pada ikan gurame masih belum terlihat perubahan yang signifikan. Ikan komet pun demikian, meskipun aktivitas selama kultur memperlihatkan respons yang baik. Tetapi tidak mempengaruhi ke pertumbuhan, hal ini masih memungkinkan perubahan ke arah warnanya.
Menanggapi kolaborasi ini, pihak Ajinomoto menunjukkan kiprahnya yang tidak hanya berkutat pada permicinan melainkan membantu peningkatan budidaya pakan.
“Kami akan terus berkomitmen melakukan aktivitas pengolahan produk samping dari hasil produksi MSG menjadi produk yang memiliki Nutritional value. Hal ini menjadi bentuk salah satu komitmen perusahaan dalam menjaga keragaman hayati,’’ papar drh Erlina Swardani, Associate Manager Business Development PT Ajinomoto. (feb/hdl)