Jakarta (pilar.id) – Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) mendesak agar Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) dan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) memeriksa dugaan pelanggaran HAM yang dilakukan oleh aparat kepolisian dalam tragedi berdarah di Stadion Kanjuruhan, Malang, Jawa Timur pada Sabtu (1/10/2022).
“Kami mendesak Kompolnas dan Komnas HAM untuk memeriksa dugaan pelanggaran HAM, dugaan pelanggaran profesionalisme dan kinerja anggota kepolisian yang bertugas,” kata Ketua Umum YLBHI, Muhammad Isnur dalam siaran persnya, Minggu (2/10/2022).
Pasalnya, YLBHI menilai bahwa tindakan aparat dalam kejadian tersebut bertentangan dengan beberapa peraturan. Mulai dari Perkapolri Nomor 16 Tahun 2006 Tentang Pedoman pengendalian massa, Perkapolri Nomor 01 Tahun 2009 Tentang Penggunaan Kekuatan dalam Tindakan Kepolisian.
Lalu, Perkapolri Nomor 08 Tahun 2009 Tentang Implementasi Prinsip dan Standar Hak Asasi Manusia Dalam Penyelenggaraan Tugas Kepolisian Negara RI, Perkapolri Nomor 08 Tahun 2010 Tentang Tata Cara Lintas Ganti dan Cara Bertindak Dalam Penanggulangan Huru-hara, dan Perkapolri Nomor 02 Tahun 2019 Tentang Pengendalian Huru-hara.
Selain itu, kata dia, YLBHI juga mendesak Divisi Profesi dan Pengamanan (Propam) Polri dan Pusat Polisi Militer (Pusmom) TNI untuk segera memeriksa dugaan pelanggaran profesionalisme dan kinerja anggota TNI-Polri yang bertugas pada saat peristiwa tersebut.
“YLBHI endesak Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo untuk melakukan evaluasi secara tegas atas tragedi yang terjadi yang memakan korban jiwa, baik dari masa suporter maupun kepolisian,” tegasnya.
Dalam video yang beredar, kata Isnur, YLBHI melihat terdapat kekerasan yang dilakukan aparat dengan memukul dan menendang suporter yang ada di lapangan. Ketika situasi suporter makin banyak ke lapangan, justru kemudian aparat melakukan penembakan gas air mata ke tribun yang masih banyak dipenuhi penonton.
“Kami menduga bahwa penggunaan kekuatan yang berlebihan (excessive use force) melalui penggunaan gas air mata dan pengendalian masa yang tidak sesuai prosedur menjadi penyebab banyaknya korban jiwa yang berjatuhan,” ujarnya.
Penggunaan gas air mata yang tidak sesuai dengan Prosedur pengendalian massa mengakibatkan suporter di tribun berdesak-desakan mencari pintu keluar, sesak nafas, pingsan dan saling bertabrakan.
Hal tersebut diperparah dengan over kapasitas stadion dan pertandingan big match yang dilakukan pada malam hari hal tersebut yang membuat seluruh pihak yang berkepentingan harus melakukan upaya penyelidikan dan evaluasi yang menyeluruh terhadap pertandingan ini.
“Padahal jelas penggunaan gas Air mata tersebut dilarang oleh FIFA. FIFA dalam Stadium Safety and Security Regulation Pasal 19 menegaskan bahwa penggunaan gas air mata dan senjata api dilarang untuk mengamankan massa dalam stadion,” tutup Isnur. (her/hdl)