Surabaya (pilar.id) – Mempunyai misi, hidup tak hanya untuk berkarya, tetapi bisa hidup dari berkarya. Membuat Muhammad Yusuf Awali Taufiqi dengan ke empat temannya membuat sebuah lembaga non profit, yaitu ruang informasi sastra dan seni yang diberi nama Wara-wara Project dengan memanfaatkan Instagram.
Berdasar keterangan Muhammad Yusuf Awali Taufiqi atau dipanggil Awali ini menceritakan, jika Wara-wara Project diwujudkan atas kesadaran dirinya dengan seorang temannya mengenai acara sastra atau seni yang hanya diketahui lingkungan tertentu saja. Sedang orang awam yang tak memiliki lingkungan seni dan sastra tak mengetahuinya, namun tertarik dengan dunia sastra dan seni, budaya
“Dulu saya dan satu teman saya datang ke suatu acara yang tak banyak orang tahu. Bahkan teman yang orang sastra tidak tahu, maka saya mencoba membuat media informasi ini untuk membagikan jadwal event tersebut. Agar acara seperti itu dapat diketahui oleh banyak orang,” jelasnya.
Pada akhirnya, di tahun 2017 tepatnya di bulan Juli yang sudah beranggotakan lima, yaitu Yusuf Awali Taufiqi, Adnan Guntur, Affa Firda, Amira Jasmine, dan Amoretta Putri, yang semuanya merupakan mahasiswa jurusan Sastra Indonesia, Universitas Airlangga (UNAIR). Awali serta membuat sebuah akun di Instagram yang dikhususkan untuk berbagi informasi acara seni dan sastra khusus di Surabaya.
“Sempat nasional, tapi tidayk efektif. Adanya akun ini membantu para seniman yang acaranya belum tertampung oleh media partner lain, kita wadahi untuk menyebar luaskan acara tersebut. Jadi kita seperti media partner,” jabar mahasiswa jurusan Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu Budaya UNAIR 2017 ini.
Tak seperti kebanyakan media partner lain, yang diwajibkan mencantumkan logo atau dengan sistem perbayar. Namun di Wara-wara project, cukup menghubungi langsung dan mengirimkan pamflet serta keterangan acara. Maka acara tersebut akan diupload, yang bertujuan untuk menumbuhkan ekosistem seni di Surabaya dengan memberitahu acara tersebut ke khalayak lebih luas.
“Terkadang teman-teman seniman terkendala dibirokrasi. Jadi kita berusaha memangkas birokrasi tersebut dan tak diwajibkan membayar atau mencantumkan logo kami, karena kita tidak mencari eksistensi” terang Awali.
Berjalannya waktu, anggota Wara-wara sempat mencapai 20 anggota, sempat memiliki aplikasi dan web sendiri dengan nama yang sama. Namun dikarenakan pandemi di 2020 yang membuat kegiatan seni lumpuh. Akhirnya Kedua platform tersebut tak terpakai. Serta anggota yang menurun, hingga di tahun ini jumlahnya sama dengan awal dibentuk.
Meski begitu, pencapaian Wara-wara project menurut Awali, sudah memenuhi target dan sesuai dengan keinginannya
“Saya pernah nulis target Wara-wara Project di tembok, dari harus bisa masuk televisi, koran, radio, punya aplikasi dan web walau tidak lama dan semua terpenuhi. Tetapi menurut saya saat ini bukan lagi harus meningkatkan, namun mempertahankan Wara-wara Project,” kenang pria 23 tahun ini.
Tak hanya menyebar informasi, namun Wara-wara project juga mempunyai komunitas bernama Sobat Wara yang anggotanya terdiri dari seniman, masyarakat dan jurnalis.
“Kita ada grup WAnya, inginnya mereka bisa saling berkomunikasi, datang ke acara, tertarik dan bisa ikut masuk ke dalam panggung atau terlibat,” sebut Awali
Kegiatan dari komunitas tersebut, antara lain belajar angklung, mendongeng dan membuat kelas keterampilan membuat gantungan kunci dari limbah kulit
“Adanya kegiatan tersebut bertujuan, agar Wara-wara Project tak hanya sebagai media partner, namun meningkatkan interaksi teman-teman untuk masuk dan berkontribusi bersama,” ucap pria kelahiran Surabaya ini.
Selanjutnya, Awali berharap Wara-wara Project lebih dekat dengan masyarakat dan bisa naik kelas dengan terjun langsung mengadakan kegiatan seni.
“Wara-wara Project tidak berharap menjadi yang terbaik, namun hanya ingin ekosistem seni di Surabaya bisa naik ekonomi dan seniman bisa hidup dari karyanya,” tutup Awali. (jel)