Surabaya (pilar.id) – Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) pada pertengahan April 2024 mengalami pelemahan signifikan, mencapai Rp 16.250.
Peristiwa ini diprediksi akan memberikan dampak yang cukup besar terhadap aktivitas ekonomi nasional. Menurut penilaian dari Pakar Ekonomi Universitas Airlangga (UNAIR), Prof Dr Rudi Purwono SE MSE, pelemahan nilai tukar tersebut akan berdampak pada sektor impor dan utang luar negeri.
“Harga impor seperti minyak akan mengalami kenaikan, yang akan mempengaruhi kebijakan subsidi Bahan Bakar Minyak (BBM). Jika subsidi tidak ditingkatkan, maka harga BBM akan naik, yang pada gilirannya akan mendorong kenaikan biaya transportasi dan produk yang menggunakan bahan bakar minyak,” jelasnya.
Prof Rudi juga menyoroti dampak lainnya terkait dengan utang luar negeri yang menjadi lebih mahal untuk dibayar. Hal ini tentu akan memberikan tekanan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) serta perusahaan swasta. Di sektor keuangan, inflasi yang tinggi dapat memicu kenaikan suku bunga, yang pada akhirnya akan meningkatkan biaya modal bagi industri.
Lebih lanjut, Guru Besar Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) UNAIR mengungkapkan bahwa fluktuasi nilai tukar mata uang terjadi melalui beberapa tahapan mekanisme. Pertama, melalui impor minyak yang masih cukup besar dalam perekonomian Indonesia. Kedua, melalui biaya bahan baku karena banyaknya industri yang mengimpor bahan baku.
“Fluktuasi ini berdampak pada kenaikan biaya produksi, yang pada akhirnya dapat menyebabkan inflasi. Oleh karena itu, kenaikan nilai dolar dapat mempengaruhi inflasi dengan meningkatkan biaya impor, bahan baku, dan produksi,” tambahnya.
Untuk mengatasi dampak pelemahan rupiah terhadap dolar AS dan melindungi ekonomi domestik, Prof Rudi memberikan beberapa saran. Pertama, pemerintah harus memastikan pertumbuhan ekonomi sesuai dengan target yang telah ditetapkan. Kedua, pemerintah harus siap menghadapi perubahan harga minyak dengan menyesuaikan APBN.
Selain itu, penting untuk memperhatikan kondisi global yang mempengaruhi harga minyak dan nilai tukar. Perempuan Indonesia juga diminta untuk waspada dan berpartisipasi aktif dalam menjaga nilai tukar rupiah dan stabilitas ekonomi. Terakhir, bank sentral dan otoritas keuangan diharapkan berperan aktif dalam menjaga stabilitas ekonomi.
“Fluktuasi nilai tukar antara dolar AS dan rupiah Indonesia memiliki dampak yang kompleks pada berbagai sektor ekonomi. Koordinasi antara pemerintah, Bank Indonesia, dan sektor swasta diperlukan untuk menjaga stabilitas ekonomi dan melindungi kepentingan ekonomi domestik,” tutupnya. (ret/hdl)