Surabaya (pilar.id) – Bermula dari rasa penasaran ketika melihat sang kakak berlatih, Made Dinda Widiansari turut terjun ke duni bulu tangkis sejak duduk di bangku kelas 3 Sekolah Dasar (SD).
Langkah kecil yang membawa Dinda, panggilan akrabnya, berhasil menyabet medali emas di Pekan Olahraga nasional (PON) 2021 di Papua. Di kejuaraan tersebut, Dinda mengikuti kategori beregu putri.
Keberhasilan Dinda mendapatkan medali emas, justru membuatnya semakin bersemangat untuk terus berlatih dan mengasah kemampuan di berbagai macam kompetisi bulu tangkis.
Terbaru, perempuan berusia 20 tahun ini berhasil menjadi juara 3 tunggal putri di Kejuaraan Bulutangkis Nasional Invitation of Net Game Competition (INGCO) 2022 yang diselenggarakan oleh Universitas Negeri Yogya dari tanggal 19 sampai 21 Maret 2022.
“Tahu event ini dari UKM Badminton, aku ikut UKM Badminton. Pertandingan ini insight, diundang langsung oleh UNY. Jadi kita ukm badminton UNESA di undang bertanding di UNY ada temanku yang lain juga juara, tetapi di beregunya,” ujar Dinda nama panggilannya ini.
Bertahun-tahun berkutat dengan raket dan shuttlecock tentu tidak mudah. Ada rasa bosan, lelah, jenuh. Hal ini juga pernah dirasakan oleh Dinda ketika duduk di bangku Sekolah Menengah Atas.
Bahkan, Dinda pernah memutuskan untuk vakum dan tidak lagi berlatih dan bertanding. Namun, setelah beberapa bulan berhenti, ada rasa rindu dan gairah yang kembali muncul di hatinya.
Terutama rasa rindu ketika berhasil naik ke podium dan mendapatkan medali. Pencapaian sekaligus apresiasai dari kerja keras dan latihan-latihan yang telah ia lakukan selama bertahun-tahun.
Perasaan inilah yang kemudian membuat Mahasiswi Universitas Negeri Surabaya (UNESA) jurusan Ilmu Komunikasi ini kembali mengambil raket dan berlatih lagi.
“Kembali lagi karena flashback ingat perjuangan dulu bagaimana, kalau mau menyerah begitu saja, rasanya sayang. Aku suka bulutangkis karena dirku sendiri, tidak ada keterpaksaan. Kalau disuruh milih belajar dan olahraga aku akan milih olahraga ketimbang belajar, passion-ku mungkin di olahraga dengan menjadi pemain bulutangkis,” terang perempuan kelahiran Depok ini.
Menjadi atlit dan saat ini sedang menempuh pendidikan, membuat mahasiswa semester dua ini, harus dapat mengatur waktu sedemikian rupa agar tak menganggu kepentingan lainnya. Hal itulah yang coba diakali Dinda, ia menjelaskan mengatur waktu menjadi tantangan sendiri baginya
“Apalagi kalau ada lomba, jadi harus bisa benar-benar menata waktu. Kalau kuliahnya dari siang sampai sore, saya latihannya malam, kalau kuliah padat saya sempatkan pemanasan tubuh walau shubuh sekalipun,” ucapnya.
Hal tersebut dilakukan, karena baginya kebugaran fisik nomor satu bagi atlit bulu tangkis sepertinya. Mengenai teknik, ia merasa itu akan mengikuti apalagi dirinya merasa mengenai teknik yang dipelajari sudah komplit.
“Pelatih ku berpesan jaga fisik, jadi sambil kuliah tetap latihan fisik untuk mempertahankan kebugaran tubuh, karena main bisa 30 menit, kalau 3 set hampir satu jam, kalau fisik tidak dijaga bakal tidak kuat, akhirnya capek sendiri, karena menjadi pemenang itu bukan hanya dari teknik yang bagus, namun dari kesiapan fisik,” jabar anak kedua dari dua bersaudara ini.
Kedepan Dinda yang ingin mencari ilmu baru di dunia komunikasi ini, akan tetap mengikuti event bulu tangkis dari universitas lain dan dalam waktu dekat akan mengikuti event bulu tangkis nasional dari clubnya
“Kedepan mungkin ikut event-event ukm dari beberapa univ, seperti di UNY kemarin, sedang dari PBSI sendiri setelah lebaran akan ada kejuaraan lagi, melihat Covid-19-19 yang saat ini sudah melandai,” tutup Dinda. (jel/fat)