Jakarta (pilar.id) – Obesitas dan kegemukan bukan saja persoalan yang jadi masalah bagi orang dewasa. Namun juga, bagi anak-anak. Pasalnya, Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) menyatakan bahwa obesitas pada anak-anak bisa memicu munculnya penyakit komplikasi.
Sehingga, penting untuk menjaga pola makan pada anak agar tidak mengalami obesitas. Salah satu langkah yang disarankan oleh IDAI adalah dengan mengatur pola makan.
Tidak seimbangnya pola makan pada anak disebut menjadi salah satu kebiasaan buruk yang memicu obesitas. Sehingga, IDAI menyarankan agar orang memberikan pola makan real food pada anak.
Dimana, yang dimaksud dengan real food adalah beragam makanan yang terdiri dar 11 jenis antara lain, buah, sayur, polong-polongan, gandum utuh, kacang-kacangan, biji-bijian, produk susu, telur, daging, ikan dan hewan ternak.
Hal tersebut diungkap Ketua Pengurus Pusat IDAI, Piprim Basarah Yanuarso saat media briefing IDAI dengan tema obesitas pada anak dan dampaknya yang digelar secara virtual Selasa (7/3/2023). Piprim menyebut peran keluarga juga penting untuk mengendalikan makanan dan minuman tinggi gula serta tepung.
“Dampaknya gula darah pada anak-anak seperti roller coaster dimana cepat naik, tiba-tiba turun menukik, anak jadi lapar lagi. Supaya kondisi ini tidak terjadi terus-terusan kita harus stop jenis makanannya dulu junk food diganti ke real food,” terangnya.
Dikatakan Piprim penyebab anak mudah lapar karena banyak kalori dan jenis makanan yang keliru seperti tinggi gula dan tepung.
“Penanganan obesitas pada anak-anak di Indonesia sudah terus ditangani dengan pola-pola yang diberikan. Memang keberhasilannya cukup rendah, terutama pada remaja pada masalah kepatuhan dan godaan-godaannya,” bebernya.
Penanganan ini, imbuhnya bisa dengan mengganti makanan dan memperbanyak konsumsi berprotein seperti telur, ayam, ikan, tahu tempe. Selain mencegah obesitas, makanan tinggi protein ini juga bisa mencegah stunting.
“Ini sebagai upaya mencegah karbohidrat cepat terserap, sebab peran pola makan ini jauh lebih besar dari pola geraknya. Anak obesitas susah langsung disuruh olahraga berat, tidak bisa. Jadi perubahan pola makan dulu baru pola geraknya,” urai dia.
Selain itu, para orang tua juga bisa mengganti pemanis non kalori sebagai alternatif. Termasuk memperbaiki gaya hidup, pola tidur, pola gerak serta peran pemerintah terkait informasi kandungan gula yang tertera pada makanan-makanan serta potensi bahayanya.
“Obesitas bisa di usia berapapun, sedini mungkin dicegah jadi tidak melulu menunggu dewasa berapapun usianya makanan dan minuman pemicu obesitas perlu dikurangi,” tandasnya. (riz/fat)