Semarang (pilar.id) – Bila ada bayi yang ditakdirkan gugur atau meninggal di dalam kandungan sang ibu apakah orang tua harus memberikan aqiqah? bagaimana hukumnya,? begini penjelasannya.
Simak jawaban soal apakah bayi yang gugur di dalam kandungan apakah harus aqiqah atau tidak? begini jawaban Ustadz Muhammad Tholchah al-Fayyadl, Mahasiswa Universitas Al-Azhar Kairo Mesir.
Melansir NU Online, Ustadz Muhammad Tholchah al-Fayyadl menerangkan perihal aqiqah yang merupakan ajaran Islam yang sangat mulia.
Aqiqah diadakan sebagai wujud syukur telah diberikan amanah buah hati dari Allah.
Di mana pada hari ketujuh kelahiran bayi maka orang tua disunahkan untuk memberikan nama yang baik, kemudian mencukur rambut bayi, serta menyembelih hewan ternak (aqiqah) sebagai wujud syukur kepada Allah SWT.
Hal ini dikuatkan dengan sabda Rasulullah:
قال رسول الله كل غلام رهينة بعقيقته تذبح عنه يوم سابعه ويحلق ويسمى
Artinya, “Rasulullah bersabda ‘Setiap anak digadaikan dengan akikahnya, disembelih untuknya di hari ketujuh (dari kelahirannya), dicukur (rambutnya) serta diberikan nama,’” (HR Ahmad).
Nah, bagaimana bila seorang bayi keguguran di dalam kandungan? Dia menjabarkan ada dua perincian penting yaitu:
1. Apabila keguguran di usia sebelum ditiupkannya ruh yaitu sebelum berusia 4 bulan atau 120 hari, maka tidak disunahkan aqiqah
2. Kemudian apabila mengalami keguguran di usia setelah ditiupkannya ruh, yaitu setelah berusia 4 bulan atau 120 hari, maka tetap sunah aqiqah
Sebagaimana pendapat imam Ibnu Hajar al-Haitami, alasannya karena bayi yang belum ditiupkan ruh (belum berusia 4 bulan atau 120 hari) nanti tidak dibangkitkan di hari kiamat serta tidak memberikan manfaat bagi orang tuanya di hari kiamat.
قال ابن حجر ومثله لا تستحب العقيقة كالتسمية عن السقط إلا إن نفخت فيه الروح إذ من لم تنفخ الروح فيه لا يبعث ولا ينتفع به في الآخرة
Artinya, “Imam Ibnu Hajar dan sesamanya berpendapat bahwa tidak disunnahkan akikah sebagaimana (tidak disunnahkan) memberikan nama dari bayi yang keguguran kecuali ketika telah ditiupkan ruh kedalamnya (sang bayi) karena bayi yang belum ditiupkan ruh tidak dibangkitkan (di hari kiamat) dan tidak bermanfaat (bagi orang tuanya) di akhirat,” (Al-Masyhur Abdurrahman bin Husan, Bughyah al-Mustarsyidin [KSA: Darul Minhaj, 2003 M], halaman 258).
Dengan demikia, hukumnya sangat dianjurkan aqiqah untuk anak laki-laki dengan dua ekor kambing dan untuk anak perempuan dengan satu ekor kambing.
Seandainya bayi yang keguguran dan telah ditiupkan roh (usia 4 bulan atau 120 hari) setelah dicek USG (ultrasanografi) berjenis kelamin laki-laki maka aqiqahnya dua ekor kambing.
Kemudian apabila berjenis kelamin perempuan maka aqiqahnya adalah satu ekor kambing.
Namun seandainya belum bisa diketahui jenis kelamin bayi yang keguguran, maka hendaknya aqiqah dengan dua ekor kambing.
Hal ini untuk berjaga-jaga atau hati-hati dengan kemungkinan sang buah hati berjenis kelamin laki-laki.
Lebih jauh, apabila orang tua sangat berkecukupan maka juga dibolehkan akikah lebih dari dua ekor kambing.
Bahkan bisa menyembelih hewan yang lebih besar seperti sapi ataupun unta.
Selain itu, dibolehkan berakikah dengan sistem iuran satu ekor sapi dengan niat aqiqah untuk tujuh anak.
ويسن أن يعق عن غلام بشاتين وجارية بشاة. وأفضل ثلاث وما زاد إلى سبع ثم بعير ثم بقرة. وتجوز مشاركة جماعة سبعة في بدنة أوبقرة سواء كان كلهم عن عقيقة أو بعضهم عن أضحية أو لا
Artinya, “Dan disunnahkan berakikah untuk anak laki-laki dua ekor kambing dan untuk anak perempuan satu ekor kambing. Dan lebih utama lagi (dalam akikah) tiga ekor hingga tujuh ekor (kambing), kemudian (lebih utama lagi) dengan unta, kemudian (lebih utama lagi) dengan sapi.
Namun demikian hukum sunah aqiqah juga disesuaikan dengan kemampun orang tua sang bayi.
Apabila bayi yang yang lahir adalah laki-laki, di saat yang sama orang tua hanya mampu menyembelih seekor kambing maka diperbolehkan.
Bahkan, seandainya tidak mampu menyembelih seekor kambing maka diperbolehkan menyembelih hewan halal yang mampu ia sembelih, seperti ayam.
Pendapat Syekh Sirajuddin al-Bulqini: والعقيقة مستحبة على المذهب وأقلها للمتمكن شاة ولغيره الإقتصار على ما يقدر عليه
Artinya, “Akikah adalah sunnah menurut mazhab (imam Asy-Syafi’I) dan minimal menyembelih satu ekor kambing bagi orang yang mampu, dan bagi selainnya (yang mampu menyembelih satu ekor kambing) cukup dengan menyembelih hewan yang mampu (disembelih),” (Al-Bulqini Sirajuddin, At-Tadrib fi al-Fiqh asy-Syafi’i, [KSA: Dar Qiblatain, 2012 M], juz III, halaman 163).
Simpulan di sini adalah sangat dianjurkan akikah bagi orang tua yang dianugerahi sang buah hati.
Seandainya sang buah hati keguguran setelah berusia 4 bulan di dalam kandungan maka hendaknya tetap mengadakan akikah bagi sang buah hati.
Meskipun sang buah hati telah wafat karena keguguran tetaplah ia sebagai karunia bagi orang tuanya yang patut disyukuri karna ia akan menjadi syafaat bagi orang tuanya di hari kiamat.
قال رسول الله إن السقط ليراغم ربه إذا دخل أبواه النار حتى يقال أيها السقط المراغم ربه ارفع فإني أدخلت أبويك الجنة
Artinya, “Rasulullah bersabda, ‘Sungguh seorang bayi yang keguguran menundukkan kepalanya dihadapan Allah ketika kedua orang tuanya masuk neraka sehingga diserukan kepadanya (bayi keguguran tersebut)
‘Wahai bayi keguguran yang menundukkan kepalanya dihadapan tuhannya, angkatlah (kepalamu) sungguh aku (Allah) telah memasukkan kedua orang tuamu ke dalam surga,’’” (HR Baihaqi). (daz)