Jakarta (pilar.id) – Indonesia telah berkomitmen untuk beralih ke energi baru terbarukan (EBT) pada 2060. Sebagai langkah awal, Indonesia berencana mengurangi emisi karbon secara signifikan pada 2030.
Dan untuk bisa merealisasikan target terebut, Indonesia perlu biaya yang cukup besar. Menurut Menteri Koordinator (Menko) Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto setidaknya dibutuhkan 25 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB). Itu pun, masih harus ditambah dengan pembiayaan dari luar negeri.
“Dalam hal ini, PDB per kapita Indonesia diproyeksikan akan mencapai sekitar 15 ribu dolar AS hingga 20 ribu dolar AS,” ucap Airlangga dalam Indonesian Financial Group (IFG) International Conference 2022 di Jakarta, Senin (30/5/2022).
Untuk menjadi negara industri tangguh, ia menuturkan kapasitas pembiayaan yang substansial sangat diperlukan sehingga peran pembiayaan luar negeri menjadi penting, khususnya pada masa transisi.
“Ini untuk membiaya komitmen kita dalam pengurangan emisi karbon pada tahun 2030,” ungkapnya.
Berdasarkan Perjanjian Paris, Indonesia berkomitmen untuk mengurangi emisi karbon yang signifikan pada tahun 2030 dan emisi nol karbon bersih pada tahun 2060.
Bagi Indonesia, Airlangga menjelaskan komitmen emisi nol karbon bersih pada tahun 2060 merupakan fokus utama lantaran Indonesia termasuk dalam 10 besar negara dengan emisi karbon terbesar. Indonesia, menyumbang sekitar dua persen dari total emisi global pada tahun 2020.
Salah satu sebabnya, hingga saat ini, Indonesia masih sangat tergantung pada industri energi yang menggunakan sumber tak terbarukan. Lebih dari 60 persen industri energi di Tanah Air masih menggunakan batu bara sebagai sumber tenga pembangkit listrik.
Untuk itu, dibutuhkan langkah yang berkelanjutan dan fundamental demi mencapai pengurangan emisi karbon. Termasuk transisi dari batu bara sebagai sumber energi pembangkit listrik, ke sumber energi lain yang lebih ramah lingkungan.
Dengan demikian, ekosistem lingkungan rendah emisi karbon kini terus berkembang di Tanah Air maupun dunia dan menjadi landasan bagi aspirasi Indonesia untuk menjadi negara industri tangguh pada tahun 2035.
Selain itu, sumber dana domestik substansial juga diperlukan untuk pembiayaan berkelanjutan. (fat)